Insinerator
Baca juga: Bentuk Tanggungjawab Sosial Perusahaan Limbah, Ribuan Pasien Manfaatkan Klinik PPLI
"Fasyankes di Kota Surakarta sendiri masih bekerja sama dengan pihak ketiga," terang Herri.
Saat ini baru Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Moewardi yang memiliki alat pembakar limbah atau insinerator.
Bahkan RS yang terletak di Jl Kolonel Sutarto No.132, Jebres, Kecamatan Jebres, ini sudah memenuhi standar olah limbah dan mengantongi izin nasional.
Terkait pengolahannya, lanjut Herri, limbah medis infeksius dibakar dalam tungku pembakaran, mengkonversi materi padat sampah menjadi materi gas dan abu (bottom ash dan fly ssh).
“Sementara rumah sakit hingga fasyankes lainnya menggunakan pihak ketiga,” jelas Herri.
Namun memang semua rumah sakit di Surakarta sudah memiliki mesin penyimpan limbah sementara yang sesuai standar.
Tempat penyimpanan ini dikhususkan, masuk ke mesin pendingin untuk masa simpannya maksimal adalah 2 x 24 jam.
Disimpan di tempat penyimpanan dengan suhu di atas 0 derajat, dan sampai 90 hari jika disimpan di tempat dengan suhu kurang dari 0 derajat.
Bekerja Sama dengan PPLI
Herri mengatakan pengolahan limbah medis di Kota Surakarta masih melibatkan pihak ketiga, termasuk bekerja sama dengan PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI).
RSUD Dr Moewardi misalnya, walaupun sudah memiliki insinerator namun tetap belum bisa mandiri mengolah bottom ssh dan fly ash.
“Hasil dari pembakaran di insinerator ini yakni bottom ash dan fly ash, pengolahannya masih bekerja sama dengan pihak ketiga yakni PPLI, karena memang di Surakarta belum ada lahan untuk sanitary landfill atau penimbunan terkendali,” lanjut Herri.
Baca juga: PPLI Dukung Kebijakan Pemerintah Alihkan Lima Perusahaan Dikelola PPA
Dengan kata lain abu sisa insinerator ini ditimbun di landfill karena abu insinerator mengandung bahan-bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan termasuk adanya parameter-parameter logam.