News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Liputan Khusus

Premium Dihapus, Ada yang Menolak, Ada yang Setuju

Editor: cecep burdansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga tengah mengisikan premium kedalam tangki kendaraannya di SPBU Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (4/2/2016). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana akan menerapkan kebijakan penghapusan konsumsi premium di Jakarta. Kebijakan ini juga dinilainya dapat memaksa pengendara kendaraan bermotor beralih ke angkutan umum. Warta Kota/angga bhagya nugraha

"Awalnya banyak konsumen yang kecele, karena stok premium selalu habis. Tapi mau nggak mau lama-lama ya harus terbiasa pakai pertalite. Saya harap pemerintah bisa memastikan. Kalau memang mau dihapus ya seharusnya merata, atau ada ketentuan khusus," tuturnya.

Lebih Murah

Demi menekan biaya operasional, para sopir angkutan umum mengaku lebih memilih menggunakan bahan bakar premium. Tapi sayangnya, sudah tidak banyak SPBU yang menyediakan bahan bakar premium.

Satu di antara sopir angkutan umum di Kota Semarang, Kusnaini atau akrab disapa Bogel ini, mengatakan sudah sejak tiga tahun terakhir pihaknya kesulitan mencari SPBU yang menyediakan premium.

"Ya semenjak keluarnya pertalite, bahan bakar premium jadi susah dicari. Apalagi setahun terakhir ini hanya ada di SPBU tertentu saja. Kalau saya biasanya di SPBU Jalan Ahmad Yani. Itupun tidak setiap hari ada. Sekalinya ada bisa antri sampai keluar ke jalan," jelasnya.

Di saat premium masih tersedia di seluruh SPBU yang ada di Kota Semarang, Bogel mengatakan bisa banyak menekan biaya operasional. Berdasarkan hitungan kasar yang diucapkannya, setiap mengisi premium sejumlah Rp 100 ribu bisa digunakan untuk PP Penggaron-Mangkang sehari.

"Kira-kira lima kali PP lah kalau sehari. Itu isi premium Rp 100 ribu cukup dan kadang sisa. Tapi kalau pakai pertalite, paling hanya dapat sekitar 13 liter lebih dikit lah. Mentok hanya bisa PP hingga 3-4 kali saja. Jadi untuk sehari jalan paling tidak harus beli Rp 150 ribu pertalite," tegasnya.

Yang cukup miris, terkadang biaya operasional tidak berbanding lurus dengan pemasukan. Maka untuk menyiasatinya, Bogel lebih banyak ngetem (berhenti) dan jalan di jam-jam tertentu saja.

"Sudah saya kira-kira jam ramai itu biasanya pagi, siang, dan sore. Jadi selain di waktu itu, saya lebih pilih untuk ngetem di tempat tertentu. Tentu supaya hemat konsumsi bahan bakar. Jadi bisa mengurangi biaya operasional," pungkasnya.

Tekan Pengeluaran

Di lain pihak, pengemudi ojek online (ojol) juga merasakan dampak dari langkanya premium di Kota Semarang. Ferry Himawan, satu di antara pengemudi ojol, mengatakan lebih senang apabila premium tetap disediakan.

"Kami orang kecil sebenarnya hanya bisa pasrah. Kalau ditanya mau ada premium lagi ya pasti mau. Jelas lebih murah dibandingkan dengan bahan bakar lain. Bisa menekan pengeluaran," paparnya.

Ferry berpendapat pemerintah tidak boleh serta merta menghilangkan bahan bakar premium. Sebab, tidak semua masyarakat masuk dalam golongan ekonomi menengah.

"Masih banyak yang butuh makan aja susah. Kalau premium hilang apa nggak kebutuhan pokok juga nanti akan naik. Sebaiknya premium tetap ada, tapi harus diseleksi konsumennya. Jadi tidak semua golongan masyarakat bisa beli premium," tambahnya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini