TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan Heru Suyanto alias Ken (48) meninggal dunia di RSUD Sidoarjo pada 21 Juli 2021 kemarin.
Warga Desa Larangan, Kecamatan Candi, Sidoarjo, itu meninggal saat masih dalam status terdakwa kasus pidana yang sedang proses di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo.
Kematian pedagang sembako di Pasar Larangan ini sepertinya bakal berbuntut panjang dan keluarga Ken menuding telah terjadi praktik mafia peradilan di Sidoarjo.
Baca juga: Warga Tuban Menghilang, Ditemukan Tinggal Tulang Tengkorak di Sebuah Kedai Kosong
Dugaan kriminalisasi yang diduga dilakukan oleh jaksa dan hakim dalam proses hukum tersebut dilaporkan ke Komnas HAM, Bawas, Kejaksaan Agung, dan DPR.
"Tetang kematian suami saya, saya sudah relakan semua. Tapi saya ingin mencari keadilan, proses hukum yang menjerat almarhum suami saya itu banyak sekali kejanggalannya," ujar Inge Permana, istri Ken.
Baca juga: Kejamnya Aksi Debt Collector Membuat Gede Budiarsana Meregang Nyawa, Tewas Akibat Dikeroyok
Selain proses hukum yang diduga terjadi permainan, Inge juga mengaku sangat kecewa atas pembiaran suaminya yang sakit ketika berstatus tahanan, sampai akhirnya meninggal dunia.
Kuasa hukum keluarga, Yunus Susanto, menjelaskan bahwa Ken awalnya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polresta Sidoarjo dalam pasal 372 dan 378 KUHP pada 18 November 2020. Selama proses di polisi, Ken tidak ditahan.
Sampai pada 20 Mei 2021, berkas perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan. Dan sejak pelimpahan itu, Ken ditahan oleh penyidik kejaksaan.
"Saat itu sudah tercium aroma kurang sedap. Jaksa terkesan memaksakan agar segera ditahan. Tapi kami tidak masalah, karena penahanan memang hak mereka," kata Yunus.
Perkara ini mulai disidangkan di PN Sidoarjo pada 10 Juni 2021 dengan jaksa penuntut umum (JPU)-nya M Ridwan Dermawan.
Sedang tim penasehat hukum terdakwa mengajukan eksepsi. Hasilnya, pada 29 Juni 2021 Majelis Hakim yang diketuai Agus Pambudi memutuskan menerima eksepsi tersebut.
"Hakim memerintahkan mengembalikan berkas perkara ini ke penuntut umum dan membebaskan terdakwa dari tahanan segera setelah putusan dibacakan," kisah Yunus.
Dari sini, sejumlah kejanggalan itu mulai muncul. Setelah sidang digelar sore itu, pihak keluarga meminta agar jaksa segera membebaskan terdakwa. Tapi tidak kunjung dikabulkan dengan berbagai alasan.
"Bahkan kami dipingpong ke sana kemari. Anehnya, sekira pukul 19.30 WIB, jaksa Ridwan Dermawan datang ke rutan dan menyampaikan bahwa pihaknya harus menahan Ken lagi atas dasar penetapan dari Ketua PN Sidoarjo, yang sekaligus menjadi ketua majelis hakim yang baru dalam perkara ini," urainya.
"Ternyata, sore setelah sidang putusan itu Kasi Pidum datang langsung ke pengadilan. Menyerahkan pelimpahan berkas kembali atas perkara itu.
Anehnya juga, langsung diterima oleh Ketua PN Sidoarjo, dan dia menunjuk dirinya sendiri menjadi majelis, lalu mengeluarkan penetapan penahanan yang hanya selama tiga hari. Aneh," tambah Yunus.
Rentetan kejadian ini membuat keluarga terdakwa dan tim pengacaranya curiga.
Mereka semakin yakin telah terjadi permainan hukum dalam perkara ini.
Putusan sidang belum dilaksanakan, para aparat itu langsung mengambil langkah cepat untuk menahan kembali terdakwa dan menjeratnya dengan dakwaan baru.
Terkait perkara itu, Ken dijadwalkan menjalani sidang perdana tanggal 26 Juli 2021 kemarin.
Namun semua sudah tidak bisa digelar, karena Ken telah meninggal dunia.
Tanggal 16 Juli 2021 lalu, Ken yang sedang menjalani tahanan di Polresta Sidoarjo mendadak demam.
"Ada satu tahanan baru masuk, kemudian lima orang yang di dalam sakit semua. Tapi semua sembuh, hanya klien kami yang parah hingga meninggal dunia," kata dia.
Dia juga mengaku sangat kecewa, karena ketika Ken sakit hingga dibawa ke rumah sakit, perhatian jaksa sangat kurang.
Dicontohkan saat Ken sudah drop, jaksa tidak kunjung respons, padahal petugas kepolisian butuh izin jaksa untuk membawa ke rumah sakit.
Di rumah sakit, juga disebut mereka kurang diperhatikan jaksa. Lebih parah lagi ketika Ken meninggal dunia, jaksa juga tidak tahu.
"Saya coba tanya kondisi ke jaksa, katanya baik-baik saja. Padahal saat itu klien kami sudah meninggal dunia," ujar Yunus.
Dikonfirmasi terkait ini, Kasi Pidum Kejari Sidoarjo Gatot Haryono menyebut bahwa semua proses hukum terkait penanganan perkara itu sudah sesuai prosedur.
"Tidak ada permainan apa-apa, semua sudah prosedur," jawabnya.
Diakui memang ada pelimpahan lagi setelah ada putusan itu, kemudian hakim membuat penetapan penahanan.
Pihaknya mengaku hanya menjalankan penetapan itu.
"Hari yang sama setelah eksepsi diterima, kami melimpahkan ulang. Kami perbaiki dakwaan itu," ujarnya.
"Memang putusannya dilepaskan, tapi kan ada penetapan penahanan dari pengadilan. Bukan kami yang menahan," lanjut Gatot.
Kasi Pidum juga mengungkapkan keluarga terdakwa dan kuasa hukumnya sempat menolak menandatangani berita acara pelaksanaan penetapan hakim terkait penahanan dan menolak menandatangani berita acara pembebasan.
"Kami punya buktinya semua itu," tukasnya.
Artikel ini tayang di Surya.co.id dengan judul Suami Meninggal saat Status Terdakwa, Istri Pedagang Sembako di Sidoarjo Lapor Kejagung hingga DPR
Penulis: M Taufik | Editor: Parmin