"Mulai beberapa bulan lalu kami mulai kewalahan memberi pakan. Sebulannya menghabiskan 120 juta," ujarnya.
Matinya pendapatan ini bukan hanya berakibat pada monyet, tetapi juga pada pekerja di Monkey Forest Ubud.
Dalam kondisi pariwisata normal, objek ini rata-rata dikunjungi 6.000 wisatawan per hari, sehingga pengelola kawasan antusias dalam pengelolaan.
Namun saat ini, jam kerja pegawai dipangkas, dimana saat ini mereka hanya bertugas membersihkan areal hutan seluas 26 hektare tersebut.
"Jam kerja pegawai berkurang. Ini menyesuaikan dengan kondisi," ujarnya.
Terkait kesulitan biaya pakan monyet, pengelola kawasan wisata mengaku sudah mengajukan permohonan ke Pemkab Gianyar untuk mensubsidi sebagian biaya pakan.
"Namun sampai saat ini belum ada tanggapan, harapan kami agar bisa disubsidi sekitar 40 persen. Tapi kami maklumi bahwa saat ini kondisi keuangan Pemda juga seret," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul Dulu Hidup 'Makmur' di Monkey Forest Ubud, Kini Para Monyet Kesulitan Cari Makan