Lokasinya cukup jauh dari tempat tinggalnya saat ini.
Di Desa Mujur dia membeli tanah seharga Rp 20 juta per are.
"Ada untung," katanya tersenyum.
Meski demikian, Haji Maye mengaku masih memiliki lahan yang belum dibayar pemerintah sekitar 95 are.
Karena itu dia mengajukan gugatan ke pengadilan.
"Masih berperkara, belum selesai," katanya.
Melihat akses jalan di kawasan tersebut kini semakin bangus, Haji Maye mengaku sangat senang.
Karena rumahnya menjadi ramai dilalui banyak orang.
"Demen (suka)," kata pria yang tidak lancar bahasa Indonesia ini.
Karena itu, dia pun rela menghabiskan banyak modal untuk membangun penginapan di lokasi tersebut.
Karena Haji Maye melihat ada peluang ekonomi di sana.
Terlebih lokasi rumahnya persis di pintu masuk menuju Pantai Tanjung Aan yang nanti tembus ke Sirkuit Mandalika.
Tapi kos-kosan tersebut belum rampung.
Baca juga: Update Pembangunan Sirkuit Mandalika, Atap Race Control Terinspirasi Rumah Adat Suku Sasak
Jefri (21), cucu Haji Maye mengatakan, dengan pembangunan jalan saat ini, dia senang karena kawasan tersebut semakin ramai dilalui banyak orang.