Meski ditemukan banyak yang mati, beberapa dari burung pipit itu masih bisa bertahan hidup setelah terkena sinar matahari.
"Di bulu burung itu, ada satkarotinya jadi sulit air itu menembus bulunya. Di samping itu juga ada kelenjar minyak di belakangnya ini," ujar Santiarka.
Senada dengan Santiarka, Prawono Meruanto mengatakan, dugaan sementara, salah satu penyebab ribuan burung pipit berjatuhan itu adalah karena curah hujan yang tinggi.
"Burung-burung tersebut (berjatuhan) karena curah hujan yang cukup tinggi dan mungkin sedikit mengandung asam air hujan tersebut sehingga mengakibatkan burung-burung itu terjatuh," kata Meruanto, saat dihubungi, Jumat (10/9/2021).
Selain faktor curah hujan yang tinggi, dugaan lainnya adalah burung-burung tersebut mati karena keracunan pestisida.
Hal itu diketahui setelah tim dari BKSDA melakukan penyelidikan dan mengetahui perilaku masyarakat di sekitar Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.
Warga disebut menggunakan pestisida nonalami. "Jadi dugaan saya adalah burung-burung tersebut keracunan dari pestisida tersebut," tutur dia.
Saat mencari makan, kata dia, burung pipit pasti bergerombol dari ratusan sampai ribuan ekor.
Kemudian, burung pipit itu mencari makan di tanaman padi yang baru tumbuh, yang mungkin saja baru selesai dilakukan penyemprotan pestisida.
Sehingga mengakibatkan keracunan pada kawanan burung tersebut.
BKSDA berencana akan melakukan penyuluhan kepada warga setempat untuk selalu berhati-hati saat melakukan penyemprotan pestisida.
Tujuannya, untuk tetap menjaga habitat satwa liar yang ada di sekitar warga.
"Tidak hanya burung, yang lain juga menjadi perhatian masyarakat sekitarnya," pungkas dia.
Sebelumnya diberitakan, video yang memperlihatkan ratusan burung pipit jatuh berhamburan ke tanah, viral di media sosial, Kamis (9/9/2021).
Dalam unggahan disebutkan, fenomena itu terjadi di sebuah kuburan atau setra di Banjar Sema Pring, Kabupaten Gianyar, Bali.