Klien yang menemukan jodoh berkat usaha Sanusi biasanya memberikan bonus tambahan.
Sanusi mengaku tak pernah memasang tarif jika perjodohan itu sukses.
"Seikhlasnya. Tapi biasanya ngasih Rp 300.000 setiap pasangan," ujarnya.
Selama berkecimpung sebagai "mak comblang", Sanusi lebih banyak menerima klien laki-laki.
"Saya sendiri heran. Kadang yang datang perempuan, perempuan, terus perempuan. Berapa hari yang datang laki-laki terus," ujarnya.
Sanusi kembali memperlihatkan foto tujuh klien yang belum mendapatkan jodoh, mayoritas merupakan laki-laki.
Sanusi menilai, hal itu mungkin terjadi karena perempuan cenderung tidak terang-terangan mencari jodoh.
Memiliki "bakat" menjodohkan orang Sanusi tidak tiba-tiba membuka jasa pelayanan biro jodoh.
Ia mengaku sudah puluhan tahun memiliki "bakat" menjodohkan orang.
Sebelum berkecimpung sebagai "mak comblang", Sanusi telah merantau ke sejumlah daerah, bahkan hingga luar Pulau Jawa.
Pengalaman di perantauan membuat Sanusi bisa berkomunikasi dengan orang dari berbagai latar belakang usia dan status sosial.
Baca juga: Menjanda 8 Tahun, Teman hingga Keluarga Jadi Mak Comblang untuk Della Puspita
Sanusi dikenal supel. Menurutnya, bakat menjodohkan orang itu muncul saat menjadi tukang ojek di Pasar Kutukan, sebuah pasar tradisional yang berjarak sekitar 500 meter dari rumahnya.
Selama bekerja sebagai tukang ojek di pasar itu, Sanusi memiliki banyak kenalan.
Saat bekerja sebagai tukang ojek itu "bakat" menjodohkan orang terasah.