News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Guru Rudapaksa Santri

Perasaan Berkecamuk Para Orangtua Korban Rudapaksa Guru Pesantren: Korban Menderita Sangat Panjang

Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Herry Wirawan, guru pesantren di Cibiru, Bandung, Jawa Barat, yang merudapaksa 12 santrinya.

TRIBUNNEWS.COM - Perasaan berkecamuk dirasakan oleh para orangtua santriwati yang menjadi korban rudapaksa guru pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat.

Mereka berat menerima kenyataan bahwa anak mereka menjadi korban rudapaksa.

Selain itu, para orangtua juga kebingungan membayangkan masa depan anak-anaknya.

Tak hanya itu, para korban saat ini juga mengalami trauma yang begitu berat.

Diketahui, aksi bejat itu dilakukan oleh Herry Wirawan (36), guru pesantren di Cibiru, Kota Bandung.

Ada 12 santriwati yang menjadi korban tindakan bejatnya.

Bahkan, terdapat delapan santriwati yang telah melahirkan anak, sedangkan dua orang lainnya tengah mengandung.

Belasan santriwati tersebut dirudapaksa Herry Wirawan sejak 2016 hingga 2021.

Baca juga: Terbongkar Aksi Bejat Lainnya Guru Pesantren yang Rudapaksa 12 Santri , Korban Dijadikan Kuli

Baca juga: Ini Kelakuan Guru Rudapaksa Santri: Eksploitasi Bayi hingga Rampas Dana Bantuan Pendidikan Santri

Dihimpun Tribunnews.com, berikut kisah pilu para orangtua korban mengetahui anaknya menjadi korban rudapaksa guru pesantren:

Orangtua korban berat terima kenyataan

Dikutip dari Kompas.com, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan dan Anak (P2TP2A) Garut, Diah Kurniasari Gunawan menceritakan bagaimana berkecamuknya perasaan para orangtua korban.

Dari belasan korban rudapaksa guru pesantren tersebut, 11 di antaranya dari Garut, Jawa Barat.

Mereka masih ada pertalian saudara serta bertetangga.

Diah sendiri menyaksikan pilunya momen pertemuan para orangtua dengan anak-anaknya yang sebelumnya dianggap tengah menuntut ilmu di pesantren, ternyata telah memiliki anak setelah dirudapaksa guru ngajinya.

"Rasanya bagi mereka mungkin dunia ini kiamat, ada seorang bapak yang disodorkan anak usia 4 bulan oleh anaknya. Enggak, semuanya nangis," kata Diah.

Peristiwa pilu itu terjadi saat Diah mengawal pertemuan para orangtua dengan anak-anaknya di kantor P2TP2A Bandung.

Kondisi yang sama, kata Diah, juga terjadi di kantor P2TP2A Garut saat para orangtua yang tidak tahu anaknya menjadi korban rudapaksa guru ngajinya diberi tahu kasus yang menimpa anaknya.

Baca juga: UPDATE Kasus Korban Rudapaksa Dimaki Oknum Polisi, Propam Polda Riau Periksa Bripka JL dan Bripda RS

Dijelaskan Diah, selain berat menerima kenyataan anaknya jadi korban, para orangtua juga kebingungan membayangkan masa depan anak-anak dan lingkungan tempat tinggal anak yang dikhawatirkan tidak bisa menerima.

"Di kecematan ini (lingkungan rumah korban), saya sampai datang beberapa kali nengok yang lahiran, ngurus sekolahnya, ketemu tokoh masyarakatnya," ungkapnya.

Kasus ini, menurut Diah, sangat-sangat menguras emosi semua pihak.

Apalagi, saat dilakukan terapi psikologi terhadap anak-anak dan orangtuanya yang dilakukan tim psikolog P2TP2A.

"Sama, kita semua juga marah pada pelaku setelah tahu ceritanya dari anak-anak, sangat keterlaluan."

"Kita paham bagaimana marah dan kecewanya orangtua mereka," terangnya.

Kisah orangtua yang anaknya lahirkan dua bayi dari rudapaksa Herry Wirawan

Begitu juga dengan orangtua korban yang anaknya memiliki dua bayi dari guru ngajinya tersebut.

Menurut Diah, anak pertamanya berusia 2,5 tahun dan beberapa bulan lalu melahirkan anak kedua.

"Saya nengok ke sana (rumahnya), menawarkan (bantuan) kalau enggak sanggup merawat."

"Ternyata mereka tidak ingin dipisahkan anaknya, dua-duanya perempuan," terang Diah.

Korban histeris di persidangan

Masih dari Kompas.com, salah seorang korban rudapaksa berteriak histeris dan menutup telinganya saat mendengar suara pelaku.

Peristiwa itu terjadi saat persidangan tertutup yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung beberapa waktu lalu.

Kondisi korban itu diceritakan langsung oleh Jaksa Kejari Bandung, Agus Mudjoko.

"Iya pasti (trauma), waktu (suara terdakwa) diperdengarkan (melalui) speaker, si korban tutup telinga sambil menjerit."

"Sampai tak tahan lagi dengar suaranya (terdakwa). Enggak tahan saya lihat kepedihannya, nangis," kata Agus di Kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Rabu (8/12/2021).

Baca juga: Oknum Guru SD di Cilacap Lecehkan 15 Murid, Beraksi saat Jam Istirahat, Mengaku Terdorong Nafsu

Ia juga bercerita salah satu korban memberanikan diri hadir dalam persidangan.

Padahal, ia dalam kondisi lemas karena baru melahirkan tiga minggu yang lalu.

Sebagi penegak hukum dan seorang ayah, Agus mengaku tak tahan melihat kepedihan yang dirasakan para korban saat persidangan.

"Ada korban baru melahirkan tiga minggu ya, dalam kondisi lunglai masih berani menghadap persidangan dengan didampingi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)."

"Itu miris hari kami, karena sama-sama memiliki anak perempuan, apalagi ini diperlakukan berulang kali, mau pulang jauh, di situ tak ada yang menolong istilahnya," bebernya.

Baca juga: Ibu Muda Korban Rudapaksa 4 Pria Dikatai saat Lapor Polisi, Suami Korban Sebut Mereka Diancam

Korban menderita sangat panjang

Wartawan TribunJabar.id di Garut berkesempatan untuk mewawancarai salah satu keluarga korban rudapaksa itu.

Kakak salah satu korban, AN (34) terlihat menyimpan amarah terhadap pelaku, hal itu terlihat dari raut wajahnya.

Rupanya, keluarga korban sudah enam bulan berjuang agar pelaku bisa mendapatkan hukuman setimpal.

AN bertanya-tanya, mengapa baru sekarang kasus tersebut ramai.

"Enam bulan saya berjuang, enam bulan itu lama. Korban sudah menderita panjang."

"Kenapa baru sekarang pas mau vonisan baru ramai? Saya minta keadilan seadil-adilnya," tegasnya saat diwawancara, Kamis (9/12/2021).

Herry Wirawan, guru pesantren di Bandung yang merudapaksa 12 santriwatinya hingga melahirkan 8 bayi. (Foto: Ist/Tribunjabar)

Selama enam bulan terakhir ini, ia sulit mendapatkan informasi mengenai proses hukum yang berjalan.

Dia yang merupakan warga Garut mengaku tak memiliki kenalan di Bandung, yang bisa memberikan informasi mengenai kasus tersebut.

"Mau nanya soal proses hukum ke siapa, saya tidak pernah tahu perkembangan terkini," ungkapnya.

Setelah kasus ini viral, AN tak memungkiri ia juga bersyukur.

Pasalnya, dengan viralnya kasus ini, semua pihak bisa ikut memantau.

"Biar semua ikut memantau, biar hukum diteggakan seadil-adilnya," tandasnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Pilu Keluarga Korban Rudapaksa Guru Pesantren di Bandung, Menderita Panjang, Marah Terhadap Pelaku

(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, TribunJabar.id/Yongky Yulius, Kompas.com/Ari Maulana Karang/Agie Permadi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini