Laporan Wartawan Serambi Indonesia Yeni Hardika
TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Usai diguncang gempa dahsyat berkekuatan 9 SR beberapa menit kemudian muncul gelombang tsunami yang meluluhlantakan pesisir Aceh Barat.
Dahsyatnya peristiwa yang terjadi Minggu 26 Desember 2004 pukul 08.30 WIB itu mengakibatkan ratusan ribu jiwa melayang, jutaan rumah serta bangunan perkantoran hancur akibat gempa dan hempasan gelombang tsunami.
Semuanya menjadi rata, yang bersisa hanya puing-puing bangunan dan mayat korban Tsunami yang berserakan di mana-mana.
Arsip berita Harian Serambi Indonesia pasca tsunami telah memuat beragam kisah dibalik dahsyatnya bencana tersebut.
Satu diantara artikel yang diterbitkan Harian Serambi Indonesia edisi Minggu 23 Januari 2005, mengulas tentang bukti atau saksi bisu bagaimana kedahsyatan bencana tsunami yang telah memporandakan Aceh tahun 2004 silam.
Yakni PLTD Apung yang kini dijadikan sebagai salah satu monumen tsunami sekaligus obyek wisata di Kota Banda Aceh, beserta kisah dibaliknya.
Baca juga: 17 Tahun Tsunami Aceh, Pimpinan MPR: Aceh Telah Memberi Inspirasi Dalam Menghadapi Bencana
Artikel dengan judul asli PLTD Apung dan Kisah Korban Tsunami" ini kembali kami turunkan kembali dalam peringatan 17 tahun Tsunami Aceh 2004 yang jatuh pada hari ini, Minggu (26/12/2021).
PLTD Apung dan Kisah Korban Tsunami
Ada banyak kisah di balik dahsyatnya gempa dan gelombang tsunami yang memporandakan Aceh.
Salah satu bukti betapa dahsyatnya gelombang tersebut adalah terhempasnya PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) Apung (terapung) milik PLN seberat 200 ton (225 ton termasuk BBM) dari tambatannya di komplek dermaga Ulelheu Banda Aceh.
PLTD berbentuk kapal itu 'mendarat' ke kawasan Punge Blang Cut yang jaraknya (perhitungan garis lurus) tidak kurang 2,5 kilometer. Masya Allah.
Hingga pekan keempat pasca-bencana tsunami, PLTD Apung itu masih 'teronggok manis' di antara puing-puing bangunan dan bengkalai tsunami di kawasan Punge Blang Cut yang sebelum bencana itu terjadi merupakan kawasan padat penduduk.
Hebatnya lagi, meski 'terlempar' hampir tiga kilometer, tetapi PLTD itu tetap utuh.