TRIBUNNEWS.COM, STABAT - Juru Bicara keluarga Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin, Mangapul Silalahi mengatakan belum ada bukti yang kuat menyatakan kematian tahanan di kerangkeng.
Mangapul mengatakan Komnas HAM dan Polda Sumut terlalu cepat menyimpulkan mengenai kematian tahanan tersebut.
"Terlalu terburu-buru, perlu waktu panjang untuk melakukan investigasi. Heran, investigasi yang dilakukan secara sementara," katanya, saat ditemui di kediaman pribadi Terbit Rencana Peranginangin, Senin (31/1/2022).
Menurutnya, pemberitaan yang berkembang mengenai Terbit Rencana Peranginangin sepenuhnya tidak benar, menyoal ada korban meninggal dunia di kerangkeng tersebut.
Baca juga: LPSK Ungkap Keanehan dalam Temuan Investigasi Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat
Mangapul juga mengatakan, bahwa dirinya tidak menampik adanya oknum yang memanfaatkan kesempatan ini. Baik itu, pihak luar ataupun dari oknum-oknum yang terkait menyoal kasus tersebut.
"Kami tidak menampik, adanya oknum yang diuntungkan dalam hal ini. Baik itu eksternal dan pihak terkait dalam proses ini," ungkapnya.
Dirinya berharap, agar proses hukum terhadap Terbit Rencana Peranginangin berjalan dengan baik. Artinya, tidak ada oknum dalam kepentingan lain, terkait kasus dugaan perbudakan modern dan perdagangan manusia ini.
"Tapi tentunya, biarlah diproses dengan tata cara penegakan hukum yang baik. Agar kewibawaan hukum tampak. Kalau begitu masyarakat juga akan patuh dengan hukum," jelasnya.
Surat perjanjian
Diklaim sebagai fasilitas rehabilitasi pecandu narkoba, kondisi penjara pribadi milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin sangat jauh dari kata layak.
Berada di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, penjara tersebut dibangun di dalam kediaman pribadi milik Terbit, bahkan turut dikelola oleh keluarga besarnya yakni istri dan adiknya.
Belakangan terungkap, terdapat surat perjanjian yang harus ditandatangani oleh pihak keluarga sebelum mereka menyerahkan anggota keluarga mereka.
Baca juga: Pihak Keluarga Bupati Langkat Sikapi Temuan Komnas HAM Ada Warga Tewas Disiksa di Dalam Kerangkeng
Isi surat perjanjian tersebut satu di antaranya adalah mengharuskan keluarga menerima seluruh kemungkinan yang akan terjadi, termasuk jika tahanan tewas di dalam penjara.
Fakta ini disampaikan oleh Wakil ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu dalam konferensi pers.
Pengurus penjara pribadi dan keluarga tahanan nantinya diharuskan menandatangani perjanjian di atas materai tersebut.
"Jadi dalam surat yang kita dapat itu menyatakan jika keluarga tidak boleh meminta tahanan keluar sebelum masa waktu sekitar 1 tahun lebih," ujar Edwin.
"Dan keluarga juga tidak boleh keberatan jika tahahan meninggal atau sakit," kata dia.
Poin lain dalam isi perjanjian itu adalah pihak keluarga tidak boleh bertemu dengan para tahanan selama 3-6 bulan seusai masuk.
Kuasa hukum minta data
Kapolda Sumut, Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak sempat mengatakan di kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin alias Cana, ada 656 tahanan yang pernah mendekam di sana.
Namun, juru bicara (Jubir) keluarga Bupati Langkat, Mangapul Silalahi meminta Polda Sumut membuktikan statemen pimpinan Polri di Sumut itu.
Katanya, keluarga sendiri tidak pernah tahu jumlah tahanan di kerangkeng manusia yang ada di rumah Cana di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat.
Baca juga: Dugaan Pembunuhan dan Kode Kekerasan di Penjara Bupati Langkat Pakai Istilah Dua Setengah Kancing
"Kami tidak tahu persis berapa jumlah yang sudah berada di dalam kerangkeng. Dan kami tidak mengada-ngada dalam hal ini," kata Mangapul di rumah pribadi Cana,Senin (31/1/2022).
Saat menggelar pertemuan dengan sejumlah media, Mangapul juga meminta Komnas HAM, LPSK dan Migrant Care mengungkap fakta yang sebenarnya soal tahanan yang tewas disiksa.
"Kesempatan kali ini, apa yang perlu kami sampaikan yang telah beredar di luar. Kita sayangkan kepada mereka, kesimpulan yang disampaikan itu," ungkapnya.
Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin diduga telah melakukan penyiksaan dan berujung kematian terhadap orang yang mendekam di dalam kerangkeng miliknya, Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala.
Perihal ini disampaikan Kapolda Sumut Irjen Pol Panca Simanjuntak dan Komnas HAM, saat konferensi pers, di Mapolda Sumut, beberapa waktu lalu.
Dalam temuan Polda, lebih dari 600 orang pernah mendekam di kerangkeng. Ratusan orang yang mendekam ini menjalani pembinaan, lantaran kecanduan narkoba.
Bahkan, Polda Sumut juga telah menemukan adanya pemakaman orang yang tewas diduga mendapat penyiksaan tersebut.
Kode Kekerasan di Penjara Bupati Langkat Pakai Istilah 'Dua Setengah Kancing'
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap sejumlah kode yang digunakan untuk pratik kekerasan di kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin.
Bahkan tidak hanya dugaan praktek perbudakan di rumah tersebut, namun juga adanya dugaan pembunuhan.
Kini Komnas HAM kini tengah mendalami dugaan pembunuhan tersebut.
Anggota Komnas HAM Choirul Anam menyebutkan setidaknya pernah terjadi kasus kekerasan yang mengakibatkan kematian di kerangkeng manusia tersebut.
Baca juga: LPSK Beberkan 17 Temuan Soal Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat Terbit, Bikin Miris
Korban pun disinyalir lebih dari satu orang.
Informasi tersebut didapatkan dari investigasi beberapa saksi yang dinilai solid.
"Kami sudah mendalami. Informasi kami dalami dari berbagai pihak yang itu mengatakan bahwa memang kematian tersebut disebabkan tindak kekerasan," tuturnya, dikutip dari Kompas TV.
Adapun Komnas HAM kini telah menemukan pola kekerasan, pelaku, cara pelaku melakukan kekerasan, hingga menggunakan alat atau tidak.
Baca juga: UPDATE Kerangkeng Manusia Bupati Langkat: Ada Kode Lakukan Kekerasan hingga Temuan Korban Tewas
Bahkan, sambung Choirul, terdapat istilah-istilah yang digunakan di dalam lingkungan kerangkeng manusia itu saat kekerasan dilakukan.
"Istilah-istilah yang digunakan ketika kekerasan berlangsung, seperti mos dan das, atau dua setengah kancing. Ada istilah begitu yang digunakan dalam konteks penggunaan kekerasan," paparnya.
Saat ini, Komnas HAM sudah menyampaikan temuan itu ke Polda Samatera Utara.
Menurut Choirul, pihak Polda pun ternyata sudah menemukan dan sedang mendalami hal yang sama yaitu penggunaan kekerasan yang mengakibatkan kematian di kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat.
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Jubir Keluarga Bupati Langkat Nonaktif Sebut Ada Oknum yang Ambil Kesempatan
dan
Surat Perjanjian di Balik Penjara di Rumah Bupati Langkat, Keluarga Harus Terima Jika Tahanan Mati