Saat ini, katanya, bahan baku tala lebah madu tersebut tetap ada, lantaran dirinya langsung melakukan budidaya lebah madu di daerah Kabupaten Karangasem.
Namun tidak menutup kemungkinan, sebelumnya sempat kekurangan bahan baku.
"Lebah kan banyak berkembang biak saat musim panas, apalagi prosesnya alami. Kalau musim panas kita bisa banyak panen, namun kalau musim dingin atau hujan, tidak bisa panen yang mengakibatkan usaha kulinernya tidak menyediakan lebah madu," ucapnya.
Kendati demikian, untuk mengantisipasi hal tersebut terulang kembali, pihaknya juga tetap menyediakan hidangan lawar lainnya seperti lawar kuir, cumi, kakul, klungah, dan lawar bebek.
Disinggung mengenai cara pembuatan lawar nyawan tersebut, pihaknya mengaku nyawannya yang masih kecil-kecil diolah dengan cara direbus di air yang panas beserta dengan talanya atau sarangnya.
Setelah airnya panas talanya tersebut dimasukkan, nanti akan terurai sendiri. Nyawan yang dipakai adalah nyawan yang masih muda sehingga tidak mungkin ada sengatan nyawan atau lebah tersebut.
"Setelah terurai dan dirasa matang, semua ditiriskan. Setelah itu hanya diberi parutan kelapa bakar dan juga bumbu khas warung Piring Mas, yakni bumbu Kesuna Cekuh yakni bawang putih, kencur, lada, garam dan ketumbar," jelasnya.
Untuk satu porsi lawar nyawan tulen atau tanpa sayur satu paket yakni Rp 40.000. Pada paket tersebut sudah mendapat lawar nyawan, sate lilit, jamur krispi, kacang goreng nasi putih dan juga kuah nyawan.
"Untuk pelanggan saat ini berbagai usia, namun karena pandemi, pengunjung tidak menentu, kadang hari libur diprediksi ramai, namun sepi. Begitu juga sebaliknya, saat hari kerja kadang-kadang ramai. Namun untuk talanya rata-rata kita habiskan 5 kg dalam sehari," imbuhnya. (i komang agus aryanta)
Baca juga: Budaya Skaral Desa Paksebali, Tradisi Lukat Geni Resmi Terdaftar sebagai Hak KIK