Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Lembaga Bahtsul Masail Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Kecamatan Bener, Muhammad Faqih Jauhari alias Gus Faqih memberi pandangan soal kisruh pembebasan lahan untuk penambangan batu andesit di Desa Wadas, Purworejo.
"Pemerintah dalam membuat kebijakan haruslah sesuai dengan kaidah kemaslahatan," kata dia, dalam keterangannya, pada Selasa (22/2/2022).
Dia menilai, dari sisi kemaslahatan, pembangunan bendungan memang ditujukan untuk mensejahterakan masyarakat secara luas.
"Air yang di bendung digunakan untuk irigasi pertanian, PDAM, PLTA dan kegunaan lainnya," kata dia.
Di sisi lain, pembangunan bendungan mengorbankan sebagian kepentingan warga.
Termasuk lahan milik warga Wadas yang akan ditambang batu andesitnya sebagai pondasi Bendungan Bener Purworejo.
Baca juga: Warga Berharap Wadas Jadi Pusat Pariwisata Pascapenambangan Batu Andesit
Jika kondisinya seperti ini lalu bagaimana, apakah langkah pemerintah tersebut sudah tepat?
"Kemaslahatan yang luas harus didahulukan dari maslahat yang dirasakan sebagian," kata dia.
Dia melihat apa yang dilakukan pemerintah dalam membangun Bendungan Bener, dirasa sudah tepat.
"Memang harus diakui adanya buah simalakama, harus mengorbankan kemanfaatan yang dirasakan sebagian warga Wadas akibat sebagaian lahan milik mereka dijadikan areal pertambangan," ujarnya.
Baca juga: Prokontra Tambang Batu Andesit, Hubungan Sosial Warga Wadas Renggang
Sementara itu, kata dia, penolakan yang terjadi di desa Wadas kerap terjadi di berbagai proyek pembangunan.
Untuk diketahui, material batu andesit dari Desa Wadas ini akan digunakan pemerintah untuk membangun Bendungan Bener.
Bendungan Bener ini akan menjadi bendungan tertinggi di Asia Tenggara.