Pesantren tersebut pun kini dikenal dengan menghasilkan para santri penghapal Al-Quran. Jumlah santri pun terus bertambah hingga 600 orang.
Para santri adalah anak-anak yang terbagi menjadi 400 santri perempuan dan 200 santri laki-laki.
"Lalu semakin berkembang santrinya dari 100 orang, kemudian bisa mencapai 200 orang lebih," kata Muhaimin.
Ia bercerita sang ayah ingin banyak anak-anak yang mneghapal Al-quran hingga pihak pondok mendirikan madrasah tsanawiyah (MTS) dan madrasah aliyah (MA).
Pesantren tersebut kemudian diurus oleh 14 anak Kiai Haji Agus Muhtadin.
"Seluruh anak abah itu ada 14 orang dan saya anak kesepuluh. Semua anaknya mengurus bagian yang berbeda dan saya untuk mengurus santri yang remaja. Untuk yang menjadi ketua yayasan atau pengasuh itu anak tertua," katanya.
Baca juga: Keluarga Korban Kebakaran Pesantren Datangi RSUD Karawang: Identifikasi Jenazah Masih Berlangsung
Ia mengaku kebakaran yang menewaskan delapan santrinya menjadi pukulan bagi pesantren.
Menurut Muhaimin bagi mereka, para santri seperti anaknya sendiri.
"Para santri itu seperti anak - anak kami sendiri," ujar Abdul.
Sejak kebakaran terjadi, banyak masyarakat hingga kalangan pejabat yang datang ke pondok pesantren untuk menyampaikan bela sungkawa
Artikel ini telah tayang di Kompas.com