TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar telah menjatuhkan vonis pidana penjara selama tiga tahun kepada terdakwa I Gusti Ngurah Bagus Mataram (58).
Mantan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Kota Denpasar tersebut dinyatakan terbukti melakukan korupsi Bantuan Keuangan Khusus (BKK) pengadaan barang berupa aci-aci dan sesajen untuk desa adat, banjar adat dan subak di wilayah kelurahan se-Kota Denpasar tahun 2019-2020 pada Dinas Kebudayaan Kota Denpasar.
Terkait putusan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akhirnya resmi mengajukan banding, setelah pada sidang putusan masih menyatakan pikir-pikir.
"Iya Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding," kata Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) dan Humas Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar, I Putu Eka Suyantha saat dikonfirmasi, Jumat (4/3).
Di sisi lain, terdakwa Bagus Mataram legawa menerima vonis tersebut.
"Kami sebagai penasihat hukum telah berkoordinasi dengan terdakwa dan menyatakan tidak akan melakukan upaya hukum banding," ucap Komang Sutrisna selaku penasihat hukum terdakwa Bagus Mataram saat dihubungi secara terpisah.
Terkait banding dari JPU, pihaknya pun kini akan menunggu kontra memori banding dari JPU.
"Karena kami tidak banding, kami akan menunggu Memori Banding dari Jaksa Penuntut Umum. Kami akan mengajukan kontra memori banding," tegas Komang Sutrisna.
Menurut Komang Sutrisna, alasan terdakwa tidak banding, karena putusan majelis hakim sudah sesuai pledoi atau nota pembelaan yang diajukan.
Dalam pledoinya Komang menyebut yang dilanggar terdakwa adalah Pasal 3 UU Tipikor tentang penyalahgunaan wewenang.
Terdakwa, menurutnya, tidak melanggar Pasal 2 UU Tipikor tentang konspirasi mengorupsi uang negara seperti yang didakwakan JPU dalam surat tuntutannya.
"Terdakwa menyadari kesalahannya dalam membuat kebijakan menyebabkan kerugian negara," ujarnya.
Komang Sutrisna juga menilai putusan majelis hakim sudah sangat komprehensif. Mengenai kerugian negara Rp 1.022.258.750 yang ditimbulkan dalam perkara ini, pihaknya mengapresiasi majelis hakim yang telah cermat dan terperinci. Dimana, menyebutkan bahwa terdakwa tercatat hanya merugikan negara Rp 155 juta.
Sementara dana lainnya, dinilai sebagai kerugian negara yang juga disebabkan oleh pihak rekanan. Ada sejumlah dana yang telah dinikmati oleh rekanan.
"Pertimbangan majelis hakim pula mempertimbangkan agar rekanan juga diperiksa karena perbuatannya telah merugikan negara," jelasnya.
Menyangkut uang Rp 155 juta, terdakwa sudah mengembalikan Rp 125.686.250.
"Dengan demikian putusan uang pengganti akan dikurangi dari uang yang telah dititipkan tersebut. Sedangkan semua kerugian negara yang telah dipulihkan, sisanya dikembalikan dan disita untuk negara. Jadi, pada intinya terdakwa tidak dikenai lagi uang pengganti karena semua kerugian yang dinilai BPKP sudah dipulihkan," cetus Komang Sutrisna.
Diberitakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar yang diketuai Gede Putra Astawa dalam amar putusannya tidak sependapat dengan tuntutan yang diajukan JPU. Majelis Hakim menyatakan terdakwa Bagus Mataram melanggar Pasal 3 UU Tipikor.
Perbedaan Pasal 2 dan Pasal 3 ada pada orientasi dan modus operandi. Dalam Pasal 2 terdakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan pihak lain. Sedangkan dalam Pasal 3 menitikberatkan pada penyalahgunaan wewenang oleh terdakwa.
Selama masa persidangan, hakim melihat perbuatan Bagus Mataram terbukti menyalahgunakan wewenang, bukan bersekongkol untuk memperkaya diri sendiri.
Hal itu didukung dengan pengembalian kerugian keuangan negara. Akibat perbedaan pandangan pasal yang diterapkan, hakim Astawa dkk mengurangi hukuman satu tahun dari tuntutan JPU yang menuntut Bagus Mataram dengan pidana penjara selama empat tahun.
Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan. Hukuman denda ini juga lebih rendah dibandingkan tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. (can)
Baca juga: Dua Keluarga Bertetangga Terlibat Perang Hingga Berdarah-darah