TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM mengungkap lima pelanggaran HAM yang terjadi dalam kasus kekerasan, penyiksaan, dan perendahan martabat yang terjadi di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta berdasarkan hasil pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM RI.
Hal tersebut disampaikan Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam saat konferensi pers yang disiarkan di kanal Youtube Humas Komnas HAM RI pada Senin (7/3/2022).
"Kesimpulan kami, apakah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia? Terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia di situ. Ada lima pelanggaran Hak Asasi Manusia," kata Anam.
Pertama, kata dia, adalah hak untuk tidak disiksa, tidak mendapatkan kekerasan atau perlakuan kejam yang lain atau merendahkan martabat.
Mengutip pernyataan Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik, Anam mengatakan Konvensi Anti Penyiksaan sudah diratifikasi dan Indonesia sudah berkomitmen untuk melaksanakan itu.
Bahkan, kata dia, beberapa institusi telah mencanangkan zero penyiksaan.
"Konteks ini menjadi sangat penting karena memang spirit dari konvensi anti penyiksaan ini adalah meletakkan manusia itu sebagai manusia, jadi tidak meletakkan manusia sebagai barang. Termasuk manusia yang ketika dia menghadapi masalah hukum, termasuk yang statusnya adalah narapidana," kata Anam.
Baca juga: Kekerasan dan Penyiksaan di Lapas Narkotika Yogyakarta Kerap Terjadi Saat Pembersihan
Kedua, kata dia, adalah hak untuk memperoleh keadilan.
Ia mengatakan semua penghuni memang mengalami hambatan untuk memperjuangkan hak-haknya atas perlakuan yang begitu kejam dan tidak manusiawi.
Ketiga, kata dia, adalah hak atas rasa aman.
"Dalam situasi pembersihan, pemberantasan (narkotika) itu, ya tidur tidak aman, macam-macam tidak aman, walaupun spesifik dalam konteks hunian penghuni lapas memang tidak bisa disamakan dengan orang bebas, tapi hak atas rasa aman ini harus tetap dilindungi," kata Anam.
Keempat, kata dia, adalah hak untuk penghidupan layak.
Hak untuk penghidupan yang layak tersebut, kata dia, salah satunya terkait soal makanan dan ruang tahanan.
Meskipun pihaknya mendapatkan keterangan ada perubahan-perubahan di level kondisi kerangkeng dan kondisi lapasnya, tapi juga ada ruang tahanan yang merupakan tempat terjadinya kekerasan, penyiksaan, dan perendahan martabat dengan intensitas tinggi.
"Instrumen makanan menjadi instrumen perlakuan yang merendahkan martabat," kata dia.
Terakhir, kata dia, adalah hak atas kesehatan.
Ketika mendapat kekerasan, penyiksaan, dan perendahan martabat para penghuni lapas tersebut tidak mendapat penanganan yang baik.
"Sampai terakhir memang ada luka yang sampai sekarang masih membekas," kata dia.