TRIBUNNEWS.COM - Kolonel Priyanto, pelaku tabrak lari dua sejoli, Handi Harisaputra (17) dan Salsabila (14), di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (8/3/2022).
Dalam persidangan itu, terungkap ucapan Kolonel Priyanto yang membuat dua anak buahnya, Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko, menuruti perintah untuk membuang jasad Handi dan Salsa.
Padahal, awalnya Koptu Ahmad dan Kopda Andreas menolak perintah tersebut.
Bahkan, Kopda Andreas sempat meminta Kolonel Priyanto agar membawa Handi dan Salsabila ke puskesmas.
"Saksi dua berkata 'kasihan Bapak, itu anak orang. Pasti dicari orang tuanya, mending kita balik ke Puskesmas yang ada di pinggir jalan tadi'," ucap Oditur Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Sus Wirdel Boy, membacakan naskah kronologi, Selasa, dikutip dari TribunJakarta.com.
Baca juga: Sidang Perdana Kasus Tabrak Lari Sejoli di Nagreg, Kolonel Priyanto Didakwa Pasal Berlapis
Baca juga: Kolonel Priyanto Didakwa Lakukan Pembunuhan Berencana Terkait Kasus Tewasnya Sejoli di Nagreg
Namun, permintaan Kopda Andreas tersebut ditolak mentah-mentah oleh Kolonel Priyanto.
Kolonel Priyanto bahkan sempat menyinggung dirinya pernah mengebom sebuah rumah, namun aksinya tersebut tak ketahuan.
"Dijawab terdakwa, 'saya pernah bom satu rumah dan tidak ketahuan'," ujar Wirdel, dilansir TribunJakarta.com.
Kendati demikian, Koptu Ahmad dan Kopda Andreas mengaku mereka tak ingin mendapatkan masalah.
Tetapi, Kolonel Priyanto tetap memerintahkan keduanya membuang jasad Handi dan Salsa.
"Kemudian dijawab terdakwa (Priyanto) 'Ikuti perintah saya, kita lanjut saja'."
"'Kamu jangan cengeng. Nanti kita buang saja mayatnya ke Sungai setelah sampai di Jawa Tengah'," ujar Wirdel menirukan.
Ucapan itu lantas membuat Koptu Ahmad dan Kopda Andreas terdiam.
Mereka pun membantu Kolonel Priyanto membuang dua sejoli itu ke aliran Sungai Serayu di Jawa Tengah.
Baca juga: Setelah Buang Jasad Sejoli Asal Nagreg, Kolonel Priyanto Cs Berupaya Ubah Warna Cat Mobil
Baca juga: KSAD Jenderal Dudung: Proses Hukum Kasus Nagreg yang Tewaskan Sejoli Tinggal Menunggu Sidang
Handi Dibuang dalam Keadaan Masih Hidup
Seperti diketahui, Salsa dibuang dalam keadaan tewas, sementara Handi masih hidup.
Warga di sekitar lokasi kecelakaan, yang diperiksa sebagai saksi, mengungkapkan Handi masih terlihat bernapas ketika ia dan Salsa diangkut ke dalam mobil Kolonel Priyanto.
"Saksi empat, lima, enam, dan tujuh melihat saudara Handi Saputra dalam keadaan hidup dan masih bernapas serta bergerak seperti merintih menahan sakit," kata Wirdel, sebagaimana diberitakan TribunJakarta.com.
Hal ini juga sempat disampaikan Kabiddokkes Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Sumy Hastry Purwanti, saat mengungkapkan hasil autopsi.
Saat dilakukan pemeriksaan luar dan dalam pada Handi, kata Hastry, ditemukan tanda-tanda air di saluran napas hingga paru-paru.
Hal tersebut menunjukkan Handi masih hidup saat dibuang ke sungai oleh pelaku.
Selain tanda-tanda air di saluran napas hingga paru-paru, ada luka di bagian kepala Handi.
"Hal ini menunjukkan saat dibuang dia (korban laki-laki) dalam keadaan hidup atau tidak sadar," ungkap Hastry, Kamis (23/12/2021), dikutip dari TribunJateng.com.
Baca juga: 2 Tersangka Kasus Dugaan Pembunuhan Remaja di Nagreg Pernah Jadi Anak Buah Kolonel Priyanto
Baca juga: Danpuspomad Sebut 3 Prajurit Tersangka Pembunuhan Sejoli di Nagreg Berusaha Hilangkan Barang Bukti
"Kami temukan mayat laki-laki itu meninggal karena air."
"Jadi mayat laki-laki itu meninggal dunia karena tenggelam dan bukan karena luka di kepalanya."
"Karena luka di kepala tidak mematikan," tuturnya.
Kolonel Priyanto Didakwa Pasal Berlapis
Atas perbuatannya, Kolonel Priyanto didakwa pasal berlapis, mulai penculikan hingga pembunuhan berencana.
"Jadi ada primer subsider dan di bawahnya itu dakwaan gabungan."
"Untuk pasal primer subsider adalah pembunuhan berencana," kata Kolonel Sus Wirdel Boy di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (8/3/2022), dikutip dari TribunJakarta.com.
Pasal yang dimaksud adalah Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Baca juga: Pakar Hukum: Tidak Ada Celah Para Pelaku Kasus Nagreg Dapat Hukuman Ringan
Baca juga: Pakar Hukum Pidana Sebut 3 Oknum TNI Pelaku Tabrak Lari Nagreg Sulit Mengelak Tuduhan Pembunuhan
Bila mengacu pada pasal 340 KUHP yang dijadikan dakwaan primer, Priyanto terancam hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama rentan waktu tertentu, atau paling lama 20 tahun penjara.
"Menuntut agar perkara terdakwa tersebut dalam surat dakwaan diperiksa dan diadili di persidangan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta," ujar Wilder saat membacakan surat dakwaan.
Diketahui, Handi dan Salsabila tertabrak mobil Isuzu Panther yang dikendarai Kolonel Priyanto, Koptu Ahmad, dan Kopda Andreas pada Rabu (8/12/2021),
Dengan alasan akan membawa korban ke rumah sakit, Kolonel Priyanto, Koptu Ahmad, dan Kopda Andreas ternyata membuang mereka ke Sungai Serayu.
Mengutip TribunJabar.id, keduanya baru ditemukan pada Sabtu (11/12/2021), di lokasi yang berbeda dalam kondisi sudah tak bernyawa.
Jasad Handi ditemukan di Sungai Serayu, Desa Banjarparakan, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Sementara, jasad Salsabila ditemukan di muara Sungai Serayu, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, TribunJakarta.com/Rr Dewi Kartika H/Bima Putra, TribunJateng.com/Rahdyan Trijoko Pamungkas, TribunJabar.id/Hilda Rubiah)