News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sejoli Tewas Tertabrak Mobil

FAKTA Sidang Tabrak Lari Nagreg: Kopda Andreas Menangis hingga Ungkapan Sakit Hati Ayah Handi

Penulis: Sri Juliati
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolonel Priyanto saat menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta, Selasa (8/3/2022) (kiri). Priyanto saat memasukkan jasad Handi Harisaputra (17) dan Salsabila (14) ke dalam mobil Izusu Panther yang dikendarainya (kanan).

TRIBUNNEWS.COM - Sidang kasus tabrak lari di Nagreg, Jawa Barat kembali digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (15/3/2022).

Sidang kasus penabrakan sejoli Handi Saputra dan Salsabila itu menghadirkan sembilan saksi dan terdakwa Kolonel Priyanto.

Ada sejumlah momen yang terjadi selama di persidangan, salah satunya tangisan Kopda Andreas yang menjadi saksi dalam sidang tersebut.

Termasuk ungkapan sakit hati ayahanda mendiang Handi Saputra terhadap Kolonel Priyanto.

Baca juga: Anak Buah: Kolonel Priyanto Tidur dengan Teman Wanita di Hotel Sebelum Kejadian Tabrak Handi-Salsa

Baca juga: Ketika Hakim Tolak Permintaan Maaf Kolonel Priyanto Kepada Ayah Handi Saputra dan Salsabila

Selengkapnya, inilah sejumlah fakta terkait sidang tabrak lari di Nagreg sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:

1. Tangisan Kopda Andreas

Kopda Andreas Dwi Atmoko (kanan) dan Koptu Ahmad Soleh saat dihadirkan sebagai saksi pada sidang perkara dugaan pembunuhan berencana di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (15/3/2022). (TribunJakarta.com/Bima Putra)

Kopda Andreas Dwi Atmoko menangis saat menjawab pertanyaan Hakim Ketua Brigadir Jenderal TNI Farida Faisal dalam sidang.

Saat itu, ia diminta untuk menjelaskan apa yang terjadi setelah peristiwa penabrakan terhadap Handi Saputra dan Salsabila di Nagreg.

Rupanya, pria asal Kebumen, Jawa Tengah itu terus memohon kepada Kolonel Priyanto untuk membawa kedua korban ke puskesmas agar mendapat perawatan.

Namun permintaan Kopda Andreas tak dihiraukan Kolonel Priyanto yang berniat membuang tubuh korban ke sungai di Jawa Tengah.

Mendengar niatan tersebut, Andreas pun syok karena takut tertimpa masalah di kemudian hari.

"Saya memohon. Mohon izin saya punya istri, punya keluarga. Kalau ada apa-apa bagaimana," jawab Andreas menirukan ucapannya kepada Priyanto saat kejadian.

Farida Faisal kembali bertanya kenapa Andreas tidak berani memaksa Priyanto agar membatalkan niat tersebut bila takut dengan konsekuensi hukum.

Di sinilah Andreas menitikkan air mata dan mengaku hanya bisa memohon kepada Priyanto mengurungkan niatnya.

"Siap, tidak berani. Saya memohon," jawab Andreas sambil menunduk menahan tangis.

Andreas yang turut didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Handi dan Salsabila sempat tertunduk beberapa saat untuk menyeka tangis menggunakan tangan kirinya.

Baca juga: Kopda Andreas Menangis Ingat Anak Istrinya Saat Sampaikan Kesaksian di Sidang Kolonel Inf Priyanto

Baca juga: Air Mata Kopda Andreas Tak Terbendung, Berkali-kali Memohon ke Kolonel Priyanto Agar Tak Buang Jasad

2. Jemput Seorang Wanita

Fakta lain yang terungkap dalam persidangan pada Selasa hari ini adalah adanya sosok perempuan bernama Lala.

Usut punya usut, Lala adalah teman perempuan Priyanto.

Semula, Andreas dan seorang sopir lainnya, Koptu Ahmad Soleh diminta mengantar Priyanto ke Jakarta yang harus menghadiri rapat intel.

Mereka bertiga pun berangkat dari Sleman, Yogyakarta menuju Jakarta via Bandung menggunakan mobil.

Di tengah perjalanan, mereka menjemput Lala dan membawanya untuk ikut serta ke Jakarta.

Selama di Jakarta, rombongan Kolonel Priyanto tidur di dua hotel yang berbeda.

Saat itu, Andreas satu kamar bersama Ahmad Soleh, sedangkan Priyanto bersama Lala.

Begitu juga saat mereka pulang dari rapat dan singgah di Bandung serta menginap di hotel.

Setelah selesai menginap, selanjutnya Priyanto memulangkan Lala ke Cimahi dan melanjutkan perjalanan pulang menuju Sleman.

Di perjalanan inilah rombongan Priyanto menabrak Handi dan Salsa yang jasadnya dibuang ke Sungai Serayu.

3. Cari Sungai Lewat Google Maps

Proses rekonstruksi pembuangan jenazah sejoli korban kecelakaan di Nagreg, Jawa Barat yang dilakukan ketiga pelaku oknum TNI di TKP pembuangan Jembatan Sungai Tajum, Desa Menganti, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas, Senin (3/1/2022). (TRIBUNBANYUMAS/Ist. Denpom IV/1 Purwokerto)

Dalam persidangan, Andreas juga mengungkapkan, Priyanto sempat mencari sungai melalui aplikasi Google Maps di ponselnya.

Hal ini dilakukan setelah Priyanto menolak saran Andreas yang meminta agar korban dibawa ke puskesmas.

Diketahui, setelah menolak permintaan Andreas, Priyanto sempat mengambil alih kemudi mobil yang dibawanya.

Setelah melanjutkan perjalanan, mereka berhenti di sebuah toko karena Priyanto ingin buang air kecil.

Setelah itu, Andreas kembali mengemudikan kendaraan dan Priyanto duduk di kursi penumpang di sampingnya.

"Apa yang dibicarakan ketika terdakwa duduk di samping (di dalam mobil) saksi (Andreas)?" tanya ketua majelis hakim.
"Mencari sungai melalui Google Maps," jawab Andreas.

"Untuk apa?" kata ketua majelis hakim.

"Untuk buang (jenazah korban tabrak lari)," ujar Andreas.

4. Ungkapan Sakit Hati Ayah Handi

Persidangan kasus tabrak lari ini rupanya menghadirkan keluarga para korban.

Satu di antaranya Etes Hidayatullah yang merupakan ayahanda mendiang Handi Saputra.

Dalam persidangan, Etes mengungkapkan rasa sakit hatinya kepada Priyanto.

Etes heran mengapa Priyanto bisa setega itu membuang sang anak, padahal menurut hasil visum, Handi masih hidup saat dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.

Suaranya pun bergetar ketika mengungkapkan bagaimana ibu Handi harus menahan rasa sakit hatinya atas perbuatan Priyanto di rumah setiap harinya.

"Kita saja menabrak kucing di jalan dikasih baju, dikubur, ini orang. Sama, tapi tidak ada rasa kemanusiaan. Hatinya di mana?" kata Etes di persidangan.

Etes juga sempat mengatakan perbuatan yang dilakukan Priyanto di luar batas kemanusiaan dan biadab.

Ia pun mengatakan masih sakit hati sampai sekarang. "Biadab," kata Etes.

Etes kemudian mengatakan akan menyerahkan proses hukum kepada aturan yang berlaku.

Karena sekali pun Priyanto dijatuhi hukuman mati atas perbuatannya kepada anaknya, hal tersebut tidak bisa mengembalikan hidup Handi.

(Tribunnews.com/Sri Juliati/Gita Irawan) (Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya) (TribunJakarta.com/Bima Putra)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini