TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO – Peternak-peternak sapi di beberapa wilayah di Indonesia kini menghadapi penyakit hewan ternak yaitu penyakit mulut dan kuku (PMK).
Peternak sapi di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur memiliki cara tersendiri guna menangkal PMK.
Sejauh ini memang belum ada vaksin atau obat yang tersedia mengobati dan mencegah penularan PMK.
PMereka melakukan upaya swadaya pengobatan dengan cara menyuntikkan vitamin dan anitibiotik kepada hewan ternak mereka.
Baca juga: Ciri-ciri Sapi Terinfeksi Wabah PMK, Penyakit Mulut dan Kuku yang Serang Hewan Ternak
“Selain itu, kami juga bersihkan kendang setiap hari. Supaya hewan ternak bisa tetap sehat,” kata Muhajir, peternak di Desa Ngelol, Kecamatan Taman, Sidoarjo.
Diceritakan bahwa penyuntikan dilakukan menggunakan Penstrep-400 dan injectamin sudah berlangsung sekira satu bulan belakangan.
Setiap hari penyuntikan dilakukan oleh peternak untuk menjaga Kesehatan hewan ternaknya.
Para peternak berharap, pemetinah bisa segera menemukan vaksin dan dibagikan kepada mereka. Supaya penyebaran PMK tidak terus terjadi. Yang itu juga sangat merugikan peternak.
Baca juga: 337 Sapi di Lumajang Terinfeksi Penyakit Mulut dan Kuku, Dinas Pertanian Bentuk Tim Satgas
Data di Dinas Pangan dan Pertanian (Dispaperta) Sidoarjo Sidoarjo menyebut, di Sidoarjo total ada 744 sapi yang telah terdampak. Sebanyak 14 sapi dilaporkan mati dan 18 sapi dipotong paksa.
Kendati demikian, pemerintah mengimbau kepada masyarakat agar tidak terlalu khawatir terkait penyakit mulut dan kaki.
Peternak juka diminta agar tidak panik selling atau sibuk menjual semua ternaknya. Di Sidoarjo, angka kematian hewan akibat PMK terbilang masih rendah.
“Meski tingkat infeksiusnya tinggi namun tingkat kematian hewan yang terjangkit PMK masih tergolong rendah, hanya sekira 1,5 persen,” kata Sub Koordinator Kesehatan Hewan Fungsional Medik Veteriner Muda Dispaperta Sidoarjo, drh Rina Vitriasari.
Baca juga: Penjualan Sapi di Malang Tidak Terpengaruh Penyakit Mulut dan Kuku
Rina menyebut bahwa pihaknya telah melakukan tindakan pengobatan secara Simptomatis.
Serta melakukan komunikasi Informasi Edukasi (KIE) tentang penyakit ini bahwa penyakit ini bukan penyakit zoonosis atau penyakit ini tidak menular ke manusia.