News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Disnakertrans NTB Beberkan Modus Oknum Perdagangan Orang

Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI Sebanyak 53 orang WNI berhasil diselamatkan dari sindikat perdagangan orang yang diduga akan dijual dan disalurkan ke beberapa negara Timur Tengah.

TRIBUNNEWS.COM, MATARAM - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB I Gede Putu Aryadi memperingatkan untuk waspadai beragam modus yang dilakukan oknum Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Sebagai salah satu daerah pemasok Pekerja Migran Indonesia (PMI) terbesar di Indonesia, praktek human trafficking atau TPPO ini masih kerap ditemukan.

Bulan ini saja disebut Aryadi, ada lima orang yang terindikasi TPPO dan tengah diproses oleh Polda NTB.

Baca juga: Pekerja Migran Non Prosedural di NTB Rawan Jadi Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang

Baca juga: BSU Kemenaker Akan Diberikan ke 8,8 Juta Pekerja, Ini Syarat dan Ketentuannya

Dalam aksinya, Disnakertrans NTB telah memetakan modus yang dilakukan oleh para oknum.

Modus yang dilakukan oleh para oknum yakni saat proses perekrutan yang dilakukan perorangan dan bukan perusahaan.

“Ini individu melakukan perekrutan dengan mencari di desa-desa diberangkatkan seolah-olah sebagai pelancong yang jauh diberikan uanh terlebih dulu tau-tau diberangkatkan secara non prosedural dengan paspor umum,” kata Aryadi, Mataram, Selasa 17 Mei 2022.

Setelah diberangkatkan para PMI ini justru tidak ditempatkan pada negara sesuai perjanjian.

“Ya modusnya seperti itu, dijanjikan ke Abu Dhani tau-tau nanti dikirim ke Suriah,” jelasnya.

Kasus semacam ini lantas diidentifikasi sebagai TPPO.

Informasi terkait prosedur PMI, diakui Aryadi tidak menyentuh hingga ke desa.

Sehingga, oknum individu non perusahaan yang mengaku sebagai calo kemudian menjanjikan pekerjaan di luar negeri.

Tak jarang oknum ini memberikan uang bayaran terlebih dahulu kepada para korban.

“Nanti dia diajari dalam proses itu, ini diberikan uang oleh majikan. Setelah di sana dikasih gaji yang besar,” ujar Aryadi.

Dengan iming-iming tersebut lantas para PMI non prosedural ini tergiur lalu diberangkatkan ke Pulau Jawa untuk dibuatkan paspor pelancong.

Perbedaan peraturan terkait paspor umum antara Indonesia dengan negara penempatan PMI dijadikan celah oleh para oknum ini.

Di beberapa negara, paspor umum tersebut dapat dibuatkan visa kerja dan juga izin tinggal setelah satu bulan tinggal.

“Nah, di situlah terjadi transaksi dan di awal sudah dibayar gajinya ke calo,” tegasnya.

Saat ini, dua orang yang mengalami kasus serupa, kata Aryadi dalam proses pemulangan dari negara timur tengah.

Melihat mayoritas korban berasal dari desa-desa di NTB sehingga Disnakertrans NTB berupaya untuk melakukan edukasi dengan melibatkan stake holder terkait.

Hasilnya, telah terjadi penurunan kasus PMI non prosedural dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Kemarin saya lihat data yang saya terakhir hanya 1008 dari 500 ribu orang, kan jauh. Kalau dulu itu hampir 40 persen bermasalah,” bebernya.

Ini diakui Aryadi merupakan tantangan berat yang tidak bisa dituntaskan sendiri oleh Disnakertrans NTB.

Diperlukan integrasi dari berbagai pihak untuk bisa menyelesaikan persoalan ini.

(Tribunlombok.com, Patayatul Wahidah)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini