Kemudian, booking out secara kawin kontrak para muncikari mematok harga Rp 5 juta untuk jangka waktu tiga hari dan Rp 10 juta untuk jangka waktu tujuh hari.
Keuntungan yang diperoleh muncikari tersebut adalah sebesar 40 persen dari harga yang ditentukan untuk para pelanggan atau tamu.
Baca juga: Larang Kawin Kontrak, Eddy Soeparno: Perkuat Aturan Lindungi Perempuan dari Prostitusi
"Keuntungan, penyedia wanita ini 40 persen. Kalau misalnya dibayar Rp 500 ribu, 40 persen dia dapat. Dibayar dia Rp 5 juta, 40 persen dia dapatnya itu. Sisanya untuk korban itu," jelas Ferdy.
Dari kasus ini, polisi meringkus lima tersangka yaitu NN dan OK berperan sebagai penyedia korban untuk kawin kontrak alias mucikari, HS sebagai penyedia tamu atau pengguna yang akan dinikahkan dengan korban.
Kemudian, DO sebagai penyedia transportasi untuk membawa korban kepada tersangka HS, serta AA alias Ali sebagai pemesan untuk membayar korban untuk dibooking out.
Sebagai penyedia tamu, HS mendapat keuntungan dari AA (tersangka pengguna WN Arab) sebesar Rp 300.000.
Dalam keterangan polisi, tersangka NN dan OK sebagai mucikari menentukan harga untuk booking out short time atau kawin kontrak.(*)
Artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul Korbannya Gadis Pribumi, Isu Kawin Kontrak di Puncak Kembali Ramai, Plt Bupati Bogor Sebut Itu Rumor
dan
Hadapi Isu Kawin Kontrak di Puncak, MUI Kabupaten Bogor Ajak Semua Kompak