Selain tak manusiawi karena harus berdesakan, Denin menyebut, rombongan PMI juga diperlakukan mirip pelaku kejahatan oleh tekong TKI.
Denin mengisahkan, kejadian pahit dalam hidupnya itu bermula saat mereka tertarik untuk bekerja di Negeri Jiran, Malaysia.
"Kami dijanjikan akan bekerja di Malaysia dan mendapat upah. Nah, kami pun diminta untuk membayar uang, katanya untuk biaya transportasi dan pengurusan sampai ke Malaysia," kata Denin.
Akhirnya, rombongan itu berangkat dari Lombok ke Batam.
Hanya saja, sampai di Batam, rombongan tersebut tidak diberi kontak yang bisa dihubungi saat tiba di Batam.
Agen tersebut hanya mengatakan kalau sudah ada yang menjemput di Bandara Hang Nadim Batam.
"Kami berangkat dari Lombok siang, transit di Jakarta baru lanjut ke Batam. Sampai di Batam, kan malam. Ada yang jemput, jadi langsung masuk ke mobil dan dibawa ke penampungan. Penampungan ini kami nggak tahu dimana, sebab kami sampai malam, gelap," ujar Denin.
Selama dua hari berada di penampungan, calon PMI tersebut tidak boleh keluar rumah.
Alasannya, karena harus menunggu calon PMI yang lain tiba.
Akhirnya, pada Jumat (16/6/2022) malam sekira 19.30 WIB kami diangkut pakai mobil pribadi langsung dibawa ke tepi laut.
"Saya nggak tahu itu dimana. Tapi banyak pohon kelapa dan langsung pinggir laut. Disitu hanya ada dua orang laki-laki, tekong dan ABK kapal yang kami jumpai," kata Denin.
Pas diturunkan dari mobil, satu rombongan Denin semua berjumlah 8 orang. Termasuk salah satu korban yang ditemukan meninggal dunia oleh Otoritas Singapura.
Baca juga: Insiden Kapal Tenggelam di Batam, 23 Pekerja Migran Indonesia asal NTB Selamat, 7 Lainnya Hilang
"Kami langsung disuruh cepat-cepat masuk kapal. Suruh baris rapat dan menundukkan kepala," kata Denin.
Hanya saja, setelah berlayar kurang lebih 30 menit, kapal yang mereka tumpangi mati mesin.