TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menemukan unsur pemaksaan penggunaan jilbab di SMAN 1 Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Informasi tersebut disampaikan Inspektur Jenderal Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang usai berkoordinasi dengan Ombudsman RI Perwakilan DIY.
Baca juga: Kasus Dugaan Pemaksaan Jilbab di SMAN di Bantul, Sri Sultan Nonaktifkan Kepala Sekolah dan 3 Guru
Chatarina turun langsung berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) maupun Ombudsman DI Yogyakarta.
"Iya (ada unsur pemaksaan) yang dilakukan, yang menimbulkan rasa tidak nyaman karena itu yang menyebabkan anak tersebut curhat dengan ibunya mengenai hal itu," ujar Chatarina, Jumat (5/8/2022) .
Lebih lanjut, Chatarina menjelaskan tindakan pemaksaan tidak hanya kekerasan fisik. Namun tindakan yang menimbulkan ketidaknyamanan pada seorang anak juga masuk dalam ketegori pemaksaan.
"Jadi memang dari bukti kami yang ada bahwa yang disebut memaksa itu kan tidak harus anak itu dilukai atau mendapatkan kekerasan fisik, tetapi yang secara psikis menimbulkan rasa tidak nyaman itu juga menjadi dasar adanya suatu bentuk kekerasan," ungkapnya.
Menurut Chatarina, temuan yang didapatkan ombudsman soal kasus dugaan pemaksaan jilbab pada siswi SMAN 1 Banguntapan Bantul sama dengan yang diperoleh pihaknya.
Kemendikbudristek bersama Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) akan menyusun rekomendasi.
Baca juga: Komisi X DPR Sayangkan Kabar Ramainya Sekolah Negeri Paksa Siswi Pakai Jilbab
"Jadi kami akan menyusun suatu rekomendasi bersama teman-teman BPMP sebagai unit pelaksana teknis kemendikbudristek. Dengan hasil yang sama, semoga tidak akan menimbulkan friksi berbeda dari hasil kesimpulan kasus ini," Chatarina ditemui di kantor Ombudsman DIY.
Chatarina mengatakan, salah satu temuan yang didapat adalah tentang adanya ketidaksesuaian panduan seragam siswi SMAN 1 Banguntapan Bantul dengan Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014.
Seharusnya, seluruh pengaturan mengenai seragam sekolah harus berpedoman pada Permendikbud ini.
Baca juga: Dugaan Pemaksaan Jilbab di SMAN 1 Banguntapan, Wakil Ketua DPRD DIY: Jangan Dibesar-besarkan
"Ketidaksesuaian dengan Permendikbud ya dari gambar yang ada di dalam peraturan sekolah, ya dengan jenis seragam khusus untuk siswi yang ada di dalam Permendikbud 45," tuturnya.
Rekomendasi yang disusun bersama dengan Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) salah satunya terkait dengan pengaturan mengenai seragam.
Chatarina mengungkapkan, rekomendasi yang akan disusun berisikan antara lain seluruh pengaturan mengenai seragam sekolah harus berpedoman pada Permendikbud 45 Tahun 2014.
Sekolah harus dijauhkan dari hal-hal yang bersifat kekerasan, dan harus mengelola satuan pendidikan agar sekolah menjadi tempat belajar yang menyenangkan aman, serta nyaman bagi anak-anak.
Baca juga: KRONOLOGI Siswi SMA Bantul Depresi Diduga karena Dipaksa Pakai Jilbab oleh Gurunya
"Dan juga guru memberikan kebebasan bagi setiap anak menjalankan keyakinan agamanya sebagaimana yang dia yakini, dan ini harus dihormati karena ini jadi suatu penghormatan atas hak asasi setiap anak, dan setiap manusia dijamin oleh konstitusi," tandasnya.
Temuan Ombudsman
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DI Yogyakarta mendapatkan data dokumen Surat Pemberitahuan Daftar Ulang di SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul.
Salah satu poinnya berisi diminta membawa uang membayar jilbab berlogo.
Selain itu, juga salinan panduan tiga jenis seragam siswi yang semua contoh modelnya disertai atribut jilbab.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan DI Yogyakarta Budhi Masturi mengatakan telah meminta penjelasan dari koordinator guru bimbingan konseling SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul.
"Kita mengkonfirmasi dokumen yang kita miliki yang menjelaskan tentang jenis seragam yang ada di (SMAN 1 Banguntapan) Banguntapan dan ada satu dokumen surat pemberitahuan daftar ulang," ujar Kepala Ombudsman RI Perwakilan DI Yogyakarta Budhi Masturi usai meminta penjelasan guru BK SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul, Rabu (3/8/2022).
Data dokumen yang didapatkan ombudsman adalah surat pemberitahuan daftar ulang. Di dalam surat pemberitahuan tersebut terdapat poin diminta membawa uang Rp 75.000 untuk membayar jilbab berlogo bagi siswa putri.
"Nanti kita akan kita pelajari karena kan sebelumnya kita dapat dokumen berupa tata tertib sekolah yang sekarang masih kita dalami dan komparasi dengan Permendikbud kesesuaiannya. Memang sekilas ada perbedaan," tuturnya.
Baca juga: Cerita Siswi SMP Negeri di Jakarta Merasa Tertekan dan Disudutkan Gurunya untuk Pakai Jilbab
Budhi mengungkapkan, di data dokumen surat pemberitahuan daftar ulang ada ketentuan diminta membawa uang Rp 75.000. Uang tersebut untuk membayar jilbab berlogo bagi siswi.
Selain itu, Ombudsman juga mendapatkan salinan panduan seragam siswi SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul. Di dalam salinan panduan tersebut terdapat contoh-contoh seragam OSIS, seragam batik dan seragam Pramuka yang dikenakan siswi.
Dari tiga seragam untuk siswi tersebut, semuanya disertai atribut jilbab.
"Di sini judulnya panduan seragam SMAN 1 Banguntapan dan tidak ada kata-kata muslimahnya," ungkapnya.
Sementara dalam Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 Tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah, ada pilihan seragam bagi siswi baik dengan atribut jilbab maupun tidak.
Menurut Budhi, memang tidak ada kata-kata diwajibkan. Namun didalam panduan seragam SMA Negeri 1 Banguntapan tersebut tidak diberikan model pilihan lainnya.
"Tadi mengkonfirmasinya suratnya dan nama-nama yang tertera dalam surat itu beliau mengkonfirmasi betul itu wali kelas masing-masing dan seragam ini kan lampiran dari surat ini," ucapnya.
Ombudsman masih akan mendalami dan mengklarifikasi keterangan koordinator guru bimbingan konseling. Termasuk meminta keterangan dari orang tua siswa.
"Jadi kita sementara ini memegang penjelasan dari BK tadi tentu kita akan klarifikasi lagi kebenarannya. Atau barangkali nanti ada orang tua siswa lainnya yang bisa memberikan testimoni atau saksi mengenai ini," pungkasnya. (Kompas.com)