TRIBUNNEWS.COM - Masyarakat adat Syuglue Woi Yansu menyusun Dokumen Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Adat sebagai tindak lanjut dari proses Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat yang dicanangkan Pemerintah Kabupaten Jayapura melalui Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA).
Wilayah adat Yansu ini terdiri dari empat Kampung yaitu Kampung Bring, Pupehabu, Hyansip dan Jagrang, Distrik Kemtuk Gresi. Penyusunan dokumen perencanaan digelar selama dua hari di Balai Kantor Kampung Bring pada Jum’at dan Sabtu, 13-14 Agustus 2022.
Dokumen tersebut berisi usulan dari masyarakat adat berdasarkan pada potensi sumber daya alam yang dimiliki, dengan melibatkan secara langsung masyarakat adat, tokoh pemuda, perempuan, dan juga pemerintah Kampung sebagai pelaku utama dalam penyusunan Dokumen Perencanaan Wilayah Adat.
Turut hadir Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Kasmita Widodo dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jayapura Abdul Rahman Basri untuk ikut memastikan dokumen tersebut disusun sendiri oleh masyarakat adat.
Kepala Kampung Bring Elisa Nian yang juga sebagai salah satu Kepala Suku menyambut baik kegiatan tersebut untuk mendorong masyarakat adat dapat mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang dimiliki.
Menurutnya selama ini masyarakat adat kurang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dalam hal pengakuan masyarakat adat beserta wilayah adat, oleh karena itu kebijakan Bupati Jayapura Mathius Awoitauw merupakan sebuah langkah tepat dalam mengembalikan jati diri kami sebagai masyarakat adat dan Orang Asli Papua.
Sebagai proses lanjutan, masyarakat adat menyusun dokumen perencanaan dan pengelolaan wilayah adat agar ke depan ada sebuah dokumen tertulis yang menjadi arah dan pedoman kami dan generasi penerus di masa yang akan datang.
“Kami selaku masyarakat adat sangat senang dapat menyusun dokumen ini, karena semua yang termuat dalam dokumen tersebut merupakan usulan kami dari masyarakat adat, kami mendorong beberapa program prioritas diantaranya Hutan Adat seluas 15.000 hektar, Sanggar Pemajuan Kebudayaan, Balai Latihan Komunitas Adat, perkebunan kopi dan kakao, dan sebagainya. Semua itu merupakan upaya kami untuk mendukung program pemerintah baik pusat dan daerah yang telah memberikan ruang kepada kami selaku masyarakat adat,” kata Elisa Nian.
Hal senada juga disampaikan oleh Hertok Samon sebagai Trang, menyampaikan terimakasih kepada GTMA yang telah selesai melakukan pemetaan wilayah adat Kusang Syuglue Woi Yansu hingga mendapatkan pengakuan oleh Pemerintah daerah Kabupaten Jayapura, serta mendapatkan Sertifikat Wilayah Adat dari Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) yang diberikan langsung oleh Kepala BRWA Nasional.
“Mewakili seluruh Ayanang Trang Digno di Wilayah Syuglue Woi Yansu, kami berterimakasih atas kebijakan Bupati Jayapura Mathius Awoitauw yang telah berjuang untuk kepentingan masyarakat adat melalui GTMA, hingga sekarang kami telah menyusun sendiri dokumen perencanaan dan pengelolaan wilayah adat kami, harapan kami dokumen ini menjadi perhatian pemerintah agar dapat membantu kami ke depan sesuai dengan apa yang kami usulkan,” ujar Hertok Samon.
Kepala Dinas Abdul Rahman Basri yang turut hadir merespon program Hutan Adat yang diusulkan oleh Masyarakat Adat, menurutnya DLH akan berkomunikasi dengan DLH Provinsi dan Kementrian LHK agar usulan ini dapat segera diproses sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, serta sebagai bukti keberpihakan pemerintah terhadap Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Jayapura.
“Kegiatan ini sangat positif, karena dibuat dan diusulkan sendiri oleh Masyarakat Adat, hal semacam ini patut diapresiasi, dan jika dokumen usulan sudah diserahkan kami akan ikut mengawal dan turut berkomunikasi dengan lembaga terkait yang lebih berwenang dalam penetapan Hutan Adat. Kami juga tentu berharap jika ini dapat diwujudkan, maka akan menjadi Hutan Adat pertama yang ditetapkan KLHK di Kabupaten Jayapura,” tegasnya.
Masyarakat Adat juga berharap ada dukungan pembangunan Rumah Budaya atau Sanggar Pemajuan Kebudayaan oleh kementerian terkait agar dapat membantu mendorong pelestarian budaya, juga sebagai tempat untuk belajar adat dan budaya yang mulai tereduksi oleh perkembangan zaman.
Sebagaimana yang disampaikan Ketua Dewan Adat Klisi Dortheis Udam yang merasa prihatin dengan sosial budaya yang mengalami perubahan sangat cepat.
“Selain pemetaan wilayah adat, mendorong hutan adat, ada hal yang sangat penting juga yaitu rumah budaya, sebagai tempat untuk mendidik generasi kami, mengajarkan seni tari, bahasa, dan sebagainya terkait dengan kebudayaan. Karena saat ini pemetaan sudah selesai, BRWA juga telah mengusulkan BLK Komunitas Adat di Kemenaker, untuk melatih keterampilan anak muda kedepan. Hal semacam itu sangat membantu, karena itu konkret terkait hal mendasar untuk kami masyarakat adat, agar tidak merasa tertinggal,” tegas Dortheis.
Penyusunan dokumen tersebut diharapkan dapat menjawab dan mengurai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat adat, serta dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat adat untuk mengelola wilayah adat berdasarkan potensi dan sumber daya yang dimiliki.
Dokumen tersebut juga diharapkan terintegrasi pada dokumen perencanaan baik di tingkat Kampung, Distrik, Kabupaten, Provinsi dan juga di nasional.(*)