Laporan Wartawan Bangka Pos Arya Bima Mahendra
TRIBUNNEWS.COM, BANGKA - Proses hukum terhadap EY (15), seorang remaja asal suatu wilayah di Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah yang merupakan pelaku asusila terhadap seorang balita akan terus berlanjut setelah proses diversi mengalami jalan buntu.
Diversi adalah salah satu mekanisme dalam undang-undang yang bertujuan untuk memberikan dan melindungi hak anak yang terlibat permasalahan hukum.
Singkatnya, diversi mirip seperti Restoratif Justice yang dijalankan dengan cara memediasi kedua belah pihak dengan menghadirkan berbagai instansi seperti Polri, Kejaksaan, Dinas Sosial, Dinas Perlindungan Anak dan Balai Pemasyarakatan.
Kasatreskrim Polres Bangka Tengah, AKP Wawan Suryadinata mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan mekanisme diversi pada Senin (12/9/2022) lalu.
"Proses diversi sudah kami lakukan bersama kedua belah pihak dengan melibatkan Kejaksaan, Dinsos, Dinas Perlindungan Anak, Balai Pemasyarakatan dan tentu saja anggota Polri. Tapi memang hasilnya gagal dan tidak ada kesepakatan antara keluarga korban dan pelaku," jelas Wawan saat diwawancarai Bangkapos.com, Jumat (16/9/2022).
Tindak pencabulan balita terjadi Kamis (1/9/2022) saat pelaku melakukan perbuatan asusila kepada korban yang masih berumur 4 tahun,
Pelaku membujuknya memberikan es krim.
Baca juga: Korban Pencabulan Oknum Calon Pendeta di Alor 14 Orang, 10 Diantaranya Anak di Bawah Umur
Dari peristiwa itu, EY pun harus menjalani sejumlah rangkaian proses hukum sesuai dengan prosedur penanganan anak yang berhadapan dengan hukum, salah satunya adalah melalui mekanisme diversi.
Kata dia, pihaknya sudah melakukan langkah atau proses hukum terhadap perkara tersebut sesuai dengan sebagaimana mestinya.
Menurutnya, karena tersangka dalam kasus tersebut adalah anak di bawah umur, maka mekanisme diversi yang telah disebutkan tadi adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan.
Tersangka tidak dilakukan penahanan karena sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 30 Tentang Sistem Peradilan Anak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012.
"Di situ dinyatakan bahwa untuk anak yang ditangkap (pelaku tindak pidana-red), wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus anak. Jadi tidak digabung (dengan ruang tahanan pada umumnya-red)," terangnya.
Wawan berujar, sementara di Bangka Tengah, baik di Polres, Kejaksaan ataupun di Pemda belum mempunyai ruang pelayanan khusus anak sebagaimana yang dimaksud tadi.