Muldi menjelaskan, dari 168 perkara perceraian selang 2022 ini, ada tiga faktor utama yang menjadi penyebab.
Pertama karena cek-cok antara suami dan istri, adanya pihak ketiga dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Jumlah itu jauh lebih banyak dari data perceraian yang dirangkum PN Bitung tahun 2021, yaitu sebanyak 134 kasus.
Muldi kembali menjelaskan, terjadinya perceraian ada banyak faktor dan permasalahan, untuk cek-cok rumah tangga karena perselingkuhan.
Adapula karena sang suami tidak punya pekerjaan, dan hanya mabuk-mabukan, ketika pulang ke rumah di pagi hari bertengkar dengan istri.
Lalu, faktor perekonomian juga menjadi alasan pasangan suami dan istri memilih cerai.
“Untuk faktor media sosial jarang. Kami belum menemukan,” tambahnya.
Ia menjelaskan, untuk klasifikasi usia yang mendominasi kasus perceraian di PN Bitung dibawah dan diatas 10 tahun serta 20 tahun ke bawah, untuk usia 20 tahun keatas dan 40 keatas sudah jarang sekali.
Baca juga: Talak Perceraian dalam Islam, Ini Penjelasan serta Dasar Hukumnya
Kemudian untuk profesi yang mendominasi kasus perceraian adalah mereka yang kerja serabutan.
Di tempat terpisah, data perceraian dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Bitung pada Januari-Oktober 2022, mereka mengeluarkan 88 akta perceraian dan tahun 2021 ada 179 akta perceraian.
“Yang mendominasi perceraian, sesuai dengan yang tertuang dalam putusan pengadilan yang dimasukkan pemohon yaitu karena perselingkuhan, beda pendapat sehingga tidak ada keharmonisan lagi,” kata Kepala Bidang Pencatatan Sipil Dinas Dukcapil Bitung, Angela Kelly Rori.
Penulis: Hesly Marentek
Artikel ini telah tayang di TribunManado.co.id dengan judul Sejak 2020 Ratusan Warga Tomohon Berubah Status Menjadi Janda dan Duda, Kepala Disdukcapil Bungkam