Selama mendistribusikan bantuan ke lokasi terpencil berbagai kendala dihadapi.
Terkadang laju kendaraannya dihentikan di tengah jalan dan bantuan diminta korban gempa lainnya.
Baca juga: Unika Atma Jaya Terjunkan Tim Tanggap Darurat ke Cianjur
Namun, ia berusaha memberi penjelasan dan terkadang memberikan bekalnya kepada mereka yang membutuhkan.
"Kadang kan kita juga bawa roti untuk makan kita di jalan, kalau ada yang menghentikan di tengah jalan, saya berikan roti bekal saya ke mereka dan memberikan pengertian bila bantuan sudah ditentukan peruntukannya," kata dia.
Selain kendala tersebut, distribusi pun kadang tersendat karena banyak orang yang datang ke lokasi hanya untuk melihat-lihat saja, sehingga jalan menjadi macet.
Lebih menguras hati
Nendi mengaku bila menjadi relawan merupakan panggilan hati.
Ia mengaku punya sebuah pelajaran saat dirinya menjadi relawan bencana di Banten beberapa waktu silam.
Baca juga: Datangi Tempat Pengungsian Korban Gempa Cianjur, Menteri Tri Rismaharini Gunakan Sepeda Motor
Saat itu, ia bertemu seseorang yang menjadi korban, dimana kedua orangtuanya meninggal dunia.
Meskipun begitu, kata Nendi, orang itu justru tetap tegar dan mencurahkan tenaganya membantu orang lain yang terdampak bencana.
"Kita jadi korban itu ketetapan Yang Maha Kuasa, tapi kalau terus-terusan down bagaimana mau bantu? Saya merasakan, keluarga terdampak dan kehilangan barang-barang," katanya.
Ia merasakan membantu korban bencana di kampung halaman sendiri terasa lebih menguras hati.
"Kalau untuk kita evakuasi di sini beda, satu sisi ini tempat kelahiran, kedua kenal banyak orang dekat, ada tetangga, keluarga. Jadi sangat menguras hati kita, dimana kita harus kuatkan diri sebagai korban juga harus menguatkan orang lain," katanya.
Baca juga: 50 Jiwa Korban Gempa Cianjur Terpaksa Tidur di Atas Kuburan
Sebagai informasi, Gerakan Pramuka Kwarcab Cianjur mendirikan pos tanggap darurat menyikapi bencana alam gempa bumi yang menyebabkan 318 orang meninggal dunia per Sabtu (27/11/2022).