News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korban Dinikahkan Pelaku, KemenPPPA Minta Kasus Kekerasan Seksual di Sumut Tetap Diusut

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi korban kekerasan seksual - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengawal kasus kekerasan seksual terhadap anak berusia 17 tahun yang dilakukan tersangka MAA (20) di Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengawal kasus kekerasan seksual terhadap anak berusia 17 tahun yang dilakukan tersangka MAA (20) di Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara.

Kasus ini berakhir dengan pernikahan antara korban dan pelaku.

Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar menegaskan,  penanganan kasus ini seharusnya lebih mengedepankan penyelesaian perkara secara hukum.

Hal ini mengingat korbannya masih berusia anak-anak dan kasus ini diawali dugaan perkosaan atau persetubuhan. 

“KemenPPPA mendorong penanganan kasus ini agar dituntaskan secara hukum demi tegaknya hukum yang adil.

Penanganan perkara agar tetap berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan undang-undang yang berlaku," ujar Nahar melalui keterangan tertulis, Kamis (1/12/2022).

Baca juga: Kolaborasi dengan KemenPPPA, Perusahaan Ini Dukung Anak Sehat dan Bebas dari Diskriminasi

Nahar menyampaikan bahwa KemenPPPA melalui Tim SAPA 129 telah melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Sumatera Utara.

Diperoleh informasi bahwa telah dilakukan perdamaian antara pihak korban dan pelaku melalui pertemuan yang dihadiri oleh orang tua kedua belah pihak, penasehat hukum, unsur lembaga kemasyarakatan lingkungan (RW) dan pemuka agama (ustadz) pada 11 November 2022.

Hasil pertemuan tersebut adalah adanya kesepakatan antara kedua pihak orang tua untuk menikahkan korban dan terduga pelaku.

MAA juga disebut telah menikah secara siri dengan korban.

“KemenPPPA sangat menyesalkan masih adanya pihak yang melakukan mediasi pada kasus kekerasan seksual terhadap korban usia anak.

Bahkan mediasi dilanjutkan dengan melakukan perkawinan antara pelaku dan korban berdasarkan hasil kesepakatan orangtua kedua pihak yang berperkara,” tutur Nahar.

Dirinya menegaskan perkawinan usia anak yang mengandung unsur pemaksaan merupakan perbuatan melawan hukum, sesuai yang tercantum dalam UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

“Kami mendorong agar penanganan kasus ini terus berlanjut secara hukum karena kekerasan seksual terhadap anak adalah delik biasa yang dapat tetap diproses meskipun tidak ada pelaporan," kata Nahar.

"Hal tersebut perlu diupayakan untuk memberikan efek jera bagi pelaku, sehingga pelaku tidak bisa bebas tanpa mempertanggung jawabkan perbuatannya sesuai dengan hukum yang berlaku di negara ini,” tambah Nahar.

Sebagai informasi, kasus kekerasan seksual tersebut terjadi pada Juni 2022.

Kasus ini terungkap karena korban menunjukkan perubahan sikap dan tidak mau sekolah.

Baca juga: Polisi Selidiki Kasus Pelecehan Asusila Terhadap Bocah SD di Cipete Utara Jakarta Selatan

Korban akhirnya berani mengungkapkan kepada orangtuanya tentang kekerasan seksual yang dialaminya dan segera dilaporkan  ke Polrestabes Medan pada Juli 2022. 

MAA yang disebut berpacaran dengan korban dilaporkan dengan dugaan melakukan persetubuhan dan pencabulan terhadap korban hingga dua kali. 

Polrestabes Medan menangkap terlapor pada akhir Oktober 2022 dan ditetapkan sebagai tersangka, diikuti dengan penahanan oleh Polrestabes Medan.

Namun saat ini tersangka dibebaskan dari penjara dengan alasan telah melakukan perkawinan dengan korban.

“KemenPPPA menyesalkan segala bentuk upaya penyelesaian damai secara kekeluargaan dari pelaku kasus kekerasan seksual terhadap korban usia anak.

Penyelesaian secara kekeluargaan, bisa menjadi contoh buruk dan memungkinkan  pengulangan tindakan kekerasan itu kembali," ucap Nahar.

Hal itu, menurut Nahar, menyebabkan korban anak tidak terlindungi dan tidak mendapat jaminan perlindungan hukum.

"Pelakunya mesti diberikan hukuman tegas, bukan didamaikan, dan dilimpahkan kasusnya ke Kejaksaan untuk menentukan layak atau tidaknya kasus ini dilimpahkan ke Pengadilan, sesuai ketentuan UU yang berlaku,” pungkas Nahar.

KemenPPPA akan terus mengawal kasus ini dan memastikan setiap anak mendapatkan jaminan perlindungan hukum dari kekerasan dan diskriminasi.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini