TRIBUNNEWS.COM, KUNINGAN - Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, memiliki Gua Maria yang menjadi tempat ziarah umat Katolik dari berbagai penjuru.
Keberadaan Gua Maria menjadikan Cisantana menasional bahkan beberapa wisatawan luar negeri datang mengunjunginya.
Gua Maria ini merupakan tempat beribadah umat Katolik, yang berada di tengah hutan di kaki Gunung Ciremai.
Pemandangan sekitar Gua Maria berupa pepohonan yang masih sangat alami.
Baca juga: Ditjen PPKL Monitor Pemulihan Lahan Bekas Tambang Batu Jadi Wisata Alam di Desa Cisantana, Kuningan
Memiliki nama lengkap Gua Maria Sawer Rahmat, letaknya sekitar 8 kilometer dari Kota Kuningan.
Dari jalan desa, pengunjung bisa dengan mudah menemukan lokasinya.
Namun, untuk sampai ke Gua Maria, pengunjung melewati kios para pedagang yang jumlahnya puluhan.
Mereka berjualan makanan dan berbagai oleh-oleh Gua Maria. Lokasi tersebut ramai dikunjungi pada Sabtu dan Minggu.
Ternyata, di balik aktivitas wisata ziarah yang ada di Gua Maria, terdapat sikap toleransi di dalamnya.
Baik dari pengelola Gua Maria, pedagang di sekitar lokasi, terlebih masyarakat Desa Cisantana pada umumnya.
Tidak hanya umat Katolik, umat agama lain juga mengais rezeki di tempat tersebut.
Koster Gua Maria Jumana mengatakan, lokasi ziarah Gua Maria tidak hanya untuk umat Katolik.
Menurut dia, banyak umat lainnya juga yang datang berkunjung atau untuk berziarah.
Termasuk juga untuk orang yang mencari nafkah di tempat tersebut tidak hanya umat Katolik.
"Siapa saja boleh disini yang penting tertib dan ikut aturan yang ada di sini. Pedagang orang Islam juga ada di sini dan tidak ada masalah," kata Jumana.
Baca juga: Melihat Kampung Toleransi Desa Cisantana Kuningan yang Terletak di Bawah Kaki Gunung Ciremai
Menurut Jumana, selain pedagang yang memiliki kios di sekitar Gua Maria ada juga pedagang yang menjajakan tidak permanen.
Seperti jualan madu dari luar daerah, tanpa melihat latar belakang agamanya. Selain itu ada juga tukang foto amatir yang mengais rezeki di Gua Maria.
"Semua boleh, karena memang di Cisantana ini dari dulu ya hidup bersama-sama meski beda keyakinan. Jadi sudah biasa di sini dengan berbeda keyakinan. Tapi untuk kegiatan lainnya kita sama-sama," katanya.
Salah satu pedagang di komplek Gua Maria, Armah mengaku sudah berjualan di komplek Gua Maria sejak tahun 90 an.
Namun baru tujuh tahun terakhir menetapi kios di depan. Armah berjualan makanan dan minuman di tempat tersebut.
"Saya jualan sudah lama di sini, biasa saja berjualan di sini tidak ada masalah dari dulu di sini aman-aman saja biasa aja," kata Armah, seorang muslim.
Dia bercerita, dulu langsung berjualan di lokasi tersebut untuk mencari nafkah.
Sebab kata dia, di komplek Gua Maria bebas siapa saja boleh berjualan tanpa harus ada aturan yang ketat.
"Di sini jualan bebas-bebas aja, dari luar juga yang jualan bakso atau apa saja ke sini bebas," katanya.
Warga lainnya bernama Mimin adalah seorang pendamping atau pengantar bagi penziarah yang mengunjungi Gua Maria.
Meski seorang muslim, Mimin merasa nyaman menjalani profesinya tersebut tanpa ada kekhawatiran terkait perbedaan keyakinan.
"Saya sebenarnya mualaf, dulu Katolik. Saya sehari-hari di sini mengantar para peziarah yang mengunjungi Gua Maria," katanya.