News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Keraton Solo

Sosok 2 Kubu yang Berseteru di Keraton Solo: Paku Buwono XIII dan LDA Pimpinan Gusti Moeng

Penulis: Sri Juliati
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Abdi dalem berjalan di sekitar Kori Kamandungan Lor, pintu utama Keraton Solo sebelum peringatan naik tahta PB XIII dimulai, Kamis (12/4/2018) pagi. Inilah sosok dua kubu yang berseteru dalam konflik Keraton Solo, yaitu kubu Paku Buwono XIII dan Lembaga Dewan Adat (LDA) yang dipimpin Gusti Moeng.

TRIBUNNEWS.COM - Suasana di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo kembali memanas setelah adanya kericuhan pada Jumat (23/12/2022).

Kericuhan ini merupakan buntut adanya konflik antara dua kubu di Keraton Solo.

Kubu pertama adalah kubu Sasono Putro yang mengatasnamakan Raja Keraton Solo, Sri Susuhunan Pakubuwono XIII.

Kubu kedua adalah kubu Lembaga Dewan Adat (LDA) yang dipimpin Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari atau Gusti Moeng.

LDA merupakan sekumpulan para kerabat keraton yang berisi para adik dan anak raja.

Lantas, siapa sajakah mereka?

Baca juga: Awal Mula Konflik di Keraton Solo Selama 18 Tahun, Rebutan Takhta Setelah PB XII Mangkat

Berikut sosok kedua kubu yang terlibat konflik di Keraton Solo, dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:

1. Kubu Paku Buwono XIII

Paku Buwono XIII Hangabehi (tengah mengenakan blangkon) ditahan keluarganya untuk tidak menghadiri acara penandatanganan dukungan dari pemerintah atas rekonsiliasi Keluarga Keraton Surakarta, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/6/2012). (TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA)

Paku Buwono XIII adalah raja Keraton Solo yang berkuasa saat ini.

Ia bertakhta sejak 2004 setelah sang ayah, Paku Buwono XII mangkat atau meninggal.

Dikutip dari wikipedia.org, Paku Buwono XIII lahir di Surakarta pada 28 Juni 1948 sehingga saat ini usianya 74 tahun.

Putra tertua dari selir ketiga Pakubuwono XII, KRAy Pradapaningrum itu semula diberi nama Gusti Raden Mas (GRM) Suryadi.

Namun karena sakit-sakitan, sang nenek yang merupakan permaisuri Pakubuwana XI bernama GKR Pakubuwana mengganti nama GRM Suryadi menjadi GRM Suryo Partono.

Penggantian nama ini seperti lazimnya masyarakat kebanyakan mengikuti petuah spiritual dalam adat Jawa.

Baca juga: Soal Konflik di Keraton Solo, Gibran Siap Fasilitasi Mediasi, Putra Mahkota Berharap Ada Solusi

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini