News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

FH Unisri dan Peradi Surakarta Gelar Semnas Ulas Reformasi Sistem Peradilan Pidana Indonesia

Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Ayu Miftakhul Husna
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi (UNISRI) Surakarta dan DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Surakarta menggelar kegiatan Seminar Nasional (Semnas) bertajuk 'Reformasi Sistem Peradilan Pidana Indonesia', Jumat (30/12/2022).

TRIBUNNEWS.COM - Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi (UNISRI) Surakarta dan DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Surakarta menggelar kegiatan Seminar Nasional (Semnas) Tahun 2022 Penegakan Hukum dan HAM. 

Acara ini dilaksanakan di Gedung H Fakultas Hukum UNISRI pada Jumat (30/12/2022) pukul 08.00 WIB. 

Seminar Nasional ini bertajuk 'Reformasi Sistem Peradilan Pidana Indonesia'.

Seminar ini diikuti oleh para mahasiswa Fakultas Hukum UNISRI dan universitas lain serta sejumlah advokat Peradi Surakarta.  

Para peserta bisa mengikuti secara luring maupun daring melalui apilkasi Zoom Meeting.

Acara ini menghadirkan narasumber dari akademisi hingga praktisi hukum. 

Baca juga: Soroti Perkara Suap MA dan Sistem Peradilan Indonesia, Eks Ketua KY: Beban MA Berat Sekali

Di antaranya, Guru Besar Fakultas Hukum UNS Surakarta, Prof. Dr. Adi Sulistiyono, S.H, M.H. ; Dosen FH UNISRI Dr. Bambang Ali Kusumo, S.H, M.Hum. 

Kemudian, Ketua Komisi Yudisial RI Tahun 2016-2018 Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari, S.H.,M.H. ; Penasihat DPC Peradi Surakarta Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H. 

Ketua Panitia sekaligus Advokat Sigit N. Sudibyanto mengatakan, forum ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem kenegaraan. 

"Diharapakan ini adalah suatu percikan untuk memantik, bersama-sama kita membuat forum brainstorming bersama." 

"Memberikan manfaat bagi Pemerintah untuk kita tidak henti-hentinya, tidak lelah untuk memperbaiki sistem negara Indonesia tercinta," kata Sigit saat membuka acara, Jumat. 

Forum ini kemudian dibuka dengan pemaparan materi oleh Guru Besar UNS, Adi Sulistiyono. 

Dalam materinya ia menyampaikan, bahwa saat ini penegakan hukum di Indonesia tengah mengalami krisis. 

Adi menyinggung soal adanya mafia peradilan di aparat penegak hukum. 

Materi selanjutnya kemudian disampaikan oleh mantan Ketua KY, Aidul, lalu dilanjutkan oleh Muhammad Taufiq selaku praktisi hukum dan diakhiri oleh Dosen FH Unisri Bambang Ali. 

Mantan Ketua KY Soroti Beban MA

Belakangan ini penetapan tersangka dua hakim agung atas dugaan pengurusan suap perkara di Mahkamah Agung (MA) menjadi sorotan publik. 

Hakim agung yang seharusnya menjadi teladan bagi hakim-hakim di bawahnya justru mencoreng penegakan hukum di Indonesia. 

Aidul Fitriciada pun menilai perlu adanya reformasi sistem peradilan pidana di Indonesia. 

MA merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang berada di bawahnya.

Oleh karena itu, MA melakukan pengawasan tertinggi terhadap empat badan peradilan. 

Yakni badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.

Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5/2016). Aidul Fitriciada Azhari menjadi pembicara di Seminar Nasional 'Reformasi Sistem Peradilan Pidana Indonesia' di Universitas Slamet Riyadi, Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (30/12/2022). Aidul menilai Mahkamah Agung (MA) memiliki beban berat dalam sistem peradilan di Indonesia.

"Terkait sistem hukum, sistem peradilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya."

"Jadi Mahkamah Agung dan di bawahnya terdiri dari empat badan peradilan, di sisi lain ada Mahakamah Konstitusi dan tidak punya bawahan," kata Aidul, di UNISRI, Jumat (30/12/2022). 

Ia menilai, struktur tersebut justru memberatkan posisi MA. 

"Struktur seperti ini membuat Mahkamah Agung berat sekali bebannya," tuturnya. 

Dengan membawahi empat badan peradilan, Aidul mengatakan, MA setidaknya harus mengontrol 800 pengadilan, 9.000 lebih hakim hingga 12.000 panitera. 

"MA itu dia harus membawahi hampir 800 pengadilan, 9.000 lebih hakim, hampir 12.000 panitera, berat sekali," kata Aidul. 

Ia pun menyebut sistem peradilan di Indonesia ini dengan sebutan birokrasi gigantik atau birokrasi yang sangat besar. 

"Saya kira ini gigantik birokrasi atau birokrasi yang besar sekali, padahal hakim tidak dilatih sebagai birokrasi," tuturnya.

Dengan celah sistem birokrasi tersebut, Aidul menilai, hal itulah yang menjadi penyebab adanya maladministrasi hingga penurunan kualitas putusan hakim agung. 

"Akibatnya terjadi maladministrasi, hingga dampaknya sampai pada putusan yang makin merosot."

"Hakim bukan sibuk megurus putusan, jadi sibuk mengurus adminsitrasi. Hakim agung ini berat sekali hidupnya," ujar Aidul. 

(Tribunnews.com/Milani Resti)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini