TRIBUNNEWS.COM - Tumpek Krulut adalah tumpek ke-4 dari enam tumpek dalam siklus kalender Bali.
Hari Raya Tumpek dilaksanakan setiap sebulan sekali, sesuai dengan jenisnya.
Tumpek Krulut merupakan hari suci untuk memuliakan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang bermanifestasi sebagai Dewa Iswara atau Kawiswara.
Kata "Krulut" berasal dari kata "Lulut" yang berarti tresna asih atau cinta kasih, senang, gembira, dikutip dari Kominfo Statistik Denpasar.
Istilah "Lulut" dalam bahasa Bali juga dapat berarti jalinan atau rangkaian.
Pada reraianan ini, umat Hindu di Bali memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Iswara, seperti yang disebutkan di atas.
Baca juga: Hari Raya Siwaratri bagi Umat Hindu, Beserta Tingkat Penyuciannya
Pada perayaan Tumpek Krulut, dilaksanakan upacara penyucian (otonan) Sarwa Tetangguran (gamelan/alat musik), pagelaran tari Legong Kuntul, tari Barong Landung, dan lain-lain.
Dalam masyarakat Bali, mereka sering mengatakan gong untuk menyebut gamelan.
Satu perangkat gamelan sering disebut satu perangkat atau barungan gong.
Sehingga, Tumpek Krulut menjadi identik dengan sebutan odalan gong.
Odalan gong berfungsi sebagai perangkat suara untuk kelengkapan upacara tersebut memiliki taksu dan suara yang indah, dikutip dari Kemenag Bali.
Perayaan Tumpek Krulut di tuangkan di Dalem Banten di rong tiga berupa Pejati, Daman, Tipat sirikan, Pesucian.
Sementara Ayaban berupa tipat manca tingkat madya, nista tipat gong, dan di lebuh segehan panca warna 9 tanding.
Tujuannya menumbuhkan kasih sayang dan taksu pada diri manusia.
Baca juga: Makna Hari Raya Kuningan bagi Umat Hindu: Kemenangan Dharma atas Adharma