"Tapi kami pulangkan lebih awal, mengingat secara psikologis, anak-anak sudah terganggu, jadi kalau dipaksakan tidak mungkin," kata Yosep, Jumat (24/2/2023).
Faktor psikologis menjadi perhatian saat terjadi situasi seperti itu.
"Mungkin juga karena akibat trauma berkepanjangan, sehingga ada sesuatu yang bisa mengganggu psikologi anak-anak otomatis ada anak didik yang datang atau tidak," ujarnya.
Diketahui, telah terjadi kericuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, Kamis (23/2/2023).
Kericuhan diduga dipicu isu penculikan anak.
Warga yang termakan isu penculikan anak pun membakar kios milik perantau di Kampung Lantipo, Distrik Wamena Kota.
Info yang beredar di WhatsApp tersebut pun menyebutkan bahwa polisi berupaya melindungi pelaku.
Mengutip Tribun-Papua.com, situasi pun mencekam. Warga trauma kasus yang pernah pada 2019 terulang kembali.
Polres Jayawiyaja pun masih menelusuri penyebar pesan yang diduga berita bohong tersebut.
Akibat dari kerusuhan tersebut, belasan orang mengalami luka-luka dan menelan korban jiwa.
Hal tersebut diungkapkan Theo Hesegem, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM).
“(Korban) yang Luka-luka kurang lebih 17 orang. Saya baru pulang dari rumah sakit untuk melihat jenazah dan warga yang luka-luka,” kata Hesegem.
Aparat kepolisian dan TNI pun ikut menjaga di lapangan agar situasi bisa meredam.
(Tribunnews.com, Renald)(Tribun-Papua.com Arny Hisage)