TRIBUNNEWS.COM, LAHAT - Misnawati (60) Warga Desa Lubuk Sepang, Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, tak bisa menyembunyikan kesedihannya karena harus kehilangan tempat tinggal yang ditempati bersama suami, anak, menantu, dan cucunya akibat diterjang banjir bandang, Kamis (9/3/2023).
Air matanya terus mengalir saat awak media ini berbincang dengannya.
"Sekitar pukul 07.00 WIB, air kami lihat air mulai masuk pemukiman. Kami mulai siaga," cerita Misnawati, kepada Sripoku.com.
"Tiba tiba ada warga Desa Tanjung Sirih datang ke desa kami dan mengabarkan kalau air sungai, pasang. Kami diminta waspada," ujarnya.
Berselang kemudian, air kian meninggi hingga tanpa diduga langsung menerjang pemukiman.
Dia bersama keluarganya kemudian berusaha menyelamatkan diri.
Kejadian saat itu masih terbayang dalam ingatannya. Air yang begitu besar menghantam lalu menghanyutkan rumahnya.
Saat air datang menerjang, dia tak kuasa untuk menyelamatkan rumah dan barang-barang berharga miliknya.
"Air cak (seperti) gelombang seketika menghantam rumah dan perlahan menyeret rumah yang kami tinggali selama ini," ujarnya.
"Tidak ada harta yang bisa diselamatkan kecuali baju di badan," tutur Misnawati.
Melihat derasnya air, membuat ia dan warga lainya takut.
Warga berupaya menyelamatkan diri dengan berlari ke arah jalan lintas Lahat-Kota Pagaralam.
"Banjir kali ini paling parah. Air begitu deras. Saat ini puluhan rumah warga tidak bisa dihuni karena masih terendam," ujarnya.
Dia berharap mendapat bantuan dari pemerintah, karena bukan hanya rumah yang hilang, harta benda mereka sekeluarga lenyap diterjang banjir.
Baca juga: Bocah Usia 11 Tahun Meninggal, Korban Banjir Bandang di Lahat: Desa Kami Seperti Lautan
Banjir juga melanda Desa Sadan Kecamatan Jarai tepatnya di arah Sawah Libagh. Puluhan hektar sawah rusak dan terandam lumpur dari banjir bandang dari Sungai Rantai Dedap.
Bencana ini selain merusak rumah, areal pertanian dan bangunan lain, juga menyisakan trauma sejumlah warga, termasuk Eko (34) warga Desa Sadan.
Saat kejadian banjir bandang, Kamis (9/3) dini hari, Eko bersama anak dan istrinya sedang bermalam di lahan sawah mereka.
"Tadi malam kami sekeluarga memang sedang bermalam di sawah, saat dini hari saya terbangun mendengar suara gaduh dari bawa pondok. Namun saat saya lihat ternyata suara tersebut berasal dari aliran sungai yang sudah berada tepat dibawa pondok saya," ujarnya.
Melihat itu dia langsung membangunkan istri dan anaknya untuk pergi dari pondok. Namun melihat arus sungai yang sudah deras Eko takut meninggalkan pondok membawa anak istrinya.
"Anak dan istri saya sudah menangis karena takut pondok kami terbawa arus. Dengan rasa takut kami terpaksa menunggu hingga matahari terbit untuk bisa keluar dari pondok," katanya.
Saat menunggu matahari terbit Eko sudah pasrah jika hal buruk terjadi pada mereka. Pasalnya terdengar salah satu tiang pondok miliknya sudah terbawa arus sungai.
"Cuma bisa pasrah, sebab untuk keluar pondok kami tidak bisa dan takut. Saya hanya berharap pondok kami tidak hanyut terbawa arus," ungkapnya.
Saat air sudah mulai surut Eko langsung membawa anak dan istrinya keluar meninggalkan pondok kearah dataran yang lebih tinggi.
"Pas sudah keluar saya langsung membawa anak istri saya lari dan terlihat satu tiang pondok kami memang sudah hilang terbawa arus," katanya.
Sedangkan untuk lahan sawah yang baru saja ditanamnya oleh Eko sudah tidak tampak lagi hanya aliran sungai yang terlihat.
"Saat air mulai surut areal sawah sudah dupenuhi lumpur dan semua tanaman padi sudah tidak terlihat. Sudah dipastikan kami tidak bisa panen karena tanam padi sudah terkubur," ujarnya.
Mansa (50), warga Desa Sadan, mengatakan, banjir bandang ini merupakan banjir terbesar kedua yang terjadi di Desa Sadan, pada 1979 juga pernah terjadi banjir bandang.
"Saat 1979 lalu banyak korban jiwa yang meninggal, Alhamdulillah banjir bandang kali ini tidak ada korban jiwa, tapi lahan pertanian warga yang banyak rusak," katanya.
Akibat Hutan Rusak
Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Lahat, Kamis (9/3/2823). Salah satunya, kepedulian terkait daerah aliran sungai (DAS).
Banjir bandang yang terjadi hingga merendam ratusan rumah dan menghanyutkan empat rumah ditengarai akibat rusaknya hutan di kawasan sepanjang DAS. Sehingga saat hujan turun, air begitu deras dan meluap.
Dampaknya, warga yang berada di sepanjang DAS Lematang Lahat, alami musibah banjir.
"Kepada warga agar menjaga pohon pohon disepanjang DAS," sampai Gubernur Sumsel, Herman Deru, saat mengunjungi warga yang terkena banjir di Desa Lubuk Sepang, Kecamatan Pulau Pinang, Lahat, Kamis (9/3).
Deru prihatin atas banyaknya warga yang terdampak termasuk fasilitas pendidikan.
Selain itu, banjir juga mengakibatkan empat rumah hanyut, 40 hektar sawah rusak dan dipastikan gagal panen. Sejumlah jembatan juga ambruk dan rusak.
Bupati Lahat, Cik Ujang menyebutkan, ada beberapa kecamatan yang terendam banjir. Rata rata, rumah warga yang terdampak lokasinya tak jauh dari daerah aliran sungai.
Disampaikan Cik Ujang, sebelumnya sudah mengingatkan warga agar tidak membangun rumah diwilayah DAS.
Baca juga: Curahan Hati Korban Banjir Bandang, Pagi Mencekam di Lahat dan Muara Enim
Selain itu, meminta agar warga menamam pohon dekat aliran sungai. "Ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Apalagi, sungai Lematang sering terjadi luapan," sampainya.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stamet SMB II Palembang mengeluarkan peringatan dini cuaca level waspada dan siaga agar masyarakat karena diprediksi akan hujan deras yang bakal melanda sejumlah wilayah di Sumsel.
Lahat menjadi salah satu daerah yang diprediksi akan dilanda hujan deras usai Kamis kemarin diterjang banjir bandang.
Prakiraan cuaca berbasis dampak hujan lebat di wilayah Sumatera Selatan level waspada berlaku, Jumat (10/3) pukul 07.00 WIB sampai dengan Sabtu (11/3) pukul 07.00 WIB. (ean)
Warga Butuh Bantuan Beras
Puluhan rumah dan hektar sawah terendam diterjang banjir bandang di Desa Lubuk Nipis, Kecamatan Panang Enim Kabupaten Muara Enim, Kamis (9/3).
Desa lainnya terdampak yakni Sukaraja, Lebak Budi terutama yang terletak dipinggir Sungai Meo dan Sungai Enim terendam banjir. Terlihat warga berjaga-jaga dan telah memindahkan sebagian perabotan ke tempat yang lebih tinggi.
Desa yang terparah diterjang banjir adalah Desa Lubuk Nipis, setidaknya ada sekitar 20 rumah atau 62 KK yang terendam oleh banjir bandang tersebut.
Bahkan akses jalan satu-satunya keluar masuk ke desa sempat putus akibat terendam banjir sepanjang sekitar 50 meter dengan kedalaman sekitar 1 meter sehingga kendaraan roda dua dan empat terpaksa memilih berhenti menunggu air surut.
Sedangkan warga ada yang memilih menunggu, namun ada juga yang nekat menyeberang basah-basahan atau memilih jalur setapak menaiki tebing terjal dan berbahaya setinggi sekitar 100 meter yang berada di samping jalan. Selain itu, juga terpantau, warga dibantu TNI, Polri membersihkan material dan lumpur akibat banjir yang melanda Desa Lubuk Nipis.
Menurut salah satu korban banjir, Sisa (43), warga Dusun III, barang perabotan di rumahnya sebagian besar habis terendam air dan sebagian terbawa hanyut, termasuk untuk kebutuhan pokok seperti beras dan lainnya.
"Kami dak punyo apo-apo lagi yang nak dimakan, barang habis beras habis terendam galo," ujar salah satu penerima PKH ini sambil berurai air mata.
Diceritakannya, kejadian tersebut cukup cepat hanya hitungan menit tiba-tiba air naik.
Sebelumnya didesanya di guyur hujan seharian, lalu sekitar pukul 06.00 air terlihat naik. Awalnya ia mengira tidak naik lagi, seperti sebelumnya.
Namun sekitar pukul 07.30 air tiba-tiba membesar, dirinya bersama keluarga tak sempat mengamankan barang, beras dan yang lainnya. Karena rumahnya takut roboh terbawa arus sungai, maka pintu rumah depan dan belakang kami buka supaya air bisa lewat namun konsekuensinya perabotannya ikut keluar dan hanyut.
"Pas kejadian kami sekeluarga pas ada dirumah. Karena tiba-tiba kami hanya menyelematkan yang mampu saja diselamatkan. Kami minta tolong ada bantuan secepatnya karena kami butuh makan," ujar ibu anak satu ini.
Tokoh masyarakat desa Lubuk Nipis, Risan mengaku prihatin dan kecewa sebab sampai pukul 15.00 WIB, belum adanya bantuan dari pihak manapun, termasuk Pemkab Muara Enim untuk warga Desa Lubuk Nipis, terutama konsumsi untuk warga pasca banjir.
Padahal, makan tersebut adalah kebutuhan pokok dan tidak bisa ditunda-tunda. Sebab selain rumah terendam, puluhan hektar sawah terendam dan sebagian hanyut diterjang banjir.
"Saat ini kami tidak butuh ucapan dan seremoni, tetapi kami butuh makan. Ini musibah tidak main-main ada sekitar 62 KK terdampak, sampai ada warga yang 3 Kwintal berasnya hanyut berserakan, mau makan apa lagi," katanya.
Kepala Desa Lubuk Nipis, Dunsri mengatakan bahwa banjir yang pernah melanda desanya sudah tiga kali yaitu tahun 1982, 1991 dan 2023. Namun tahun ini, adalah yang terbesar sebab ada sekitar 20 rumah yang banjir berisi 63 Kepala Keluarga (KK) terdampak akibat kejadian ini.
Selain itu, ada sekitar 10 hektar yang rusak, lapangan voly, pagar kantor desa, rumah warga, jalan amblas. Banjir yang terparah di dusun I, dengan ketinggian air mencapai sekitar 5 meter. Kalau untuk kerugian meski tidak ada korban jiwa sudah dipastikan ratusan juta rupiah.
"Kami mewakili warga menanti bantuan, berikut juga warga kami yang sawahnya terkena banjir, karena sedang panen," katanya.
Baca juga: BPBD Sebut Banjir Bandang di Kabupaten Lahat Mulai Surut: Jalan dan Jembatan Rusak
Salah satu pemilik sawah, Nuraidah (53) mengatakan bahwa banjir kali ini memang cukub besar dan mendadak. Sebab banyak rumah warga dan sawah yang terendam.
Untuk itu pihaknya berharap adanya bantuan dari pihak terkait dan pemerintah atas musibah ini.
"Sawah saya terendam sekitar 1 hektar, dan di seberang 2 hektar terkena dampak banjir. Kami sudah panen namun padinya kami tumpuk dipondok sekitar 12 kwintal. Rencananya hari ini mau dijemur tidak tahunya terendam dan hanyut. Saya tidak tahu masih ada atau tidak padinya di pondok," ujarnya.
3 Rumah Hanyut di OKU Selatan
Hujan lebat melanda Desa Sidorahayu Kecamatan Buay Pemaca, Kabupaten OKU Selatan, Sumsel menjadi petaka bencana alam bagi warga Dusun VII Desa setempat.
Sungai Tehmi meluap menyebabkan banjir bandang dan menghantam 9 unit rumah warga sekitar.
Tidak ada korban jiwa, namun dilaporkan 9 unit rumah terdampak termasuk 3 di antaranya raib terbawa derasnya arus sungai. Sebuah jembatan gantung putus serta sebuah bangunan masjid ikut rusak.
Kepala Desa Kepala Desa Sido Rahayu, Syaparudin, mengungkapkan hujan lebat, Kamis (9/3) pukul 03.30 selama dua jam. Sungai mulai meluap dan warga mengungsi ke dataran tinggi.
"Setelah beberapa waktu setelah warga menyelamatkan diri maka aliran sungai way Tehmi meluap hingga menenggelamkan dan menghanyutkan rumah warga dan ada tiga rumah warga yang terbawa arus sungai," katanya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koni Ramli mengatakan, pihaknya sudah menyalurkan bantuan dan kebutuhan mendesak ke lokasi berupa tenda mengungsi, dapur umum, dan air bersih. (ehdi/ean/ari/cr9/Sriwijayapost) (*)