TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Komisi Yudisial RI (KY) Miko Ginting mengatakan, sejauh ini, KY belum menerima adanya laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas perkara tragedi Kanjuruhan, Malang.
Di mana dalam vonisnya, majelis hakim memutus bebas dua terdakwa polisi dalam kasus yang mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia itu, sehingga menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
"Kita belum menerima laporan terkait putusan ini," kata Miko saat dikonfirmasi Tribunnews, Jumat (17/3/2023).
Lebih lanjut kata Miko, KY dalam tugas dan fungsinya tidak dapat merespons soal putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim. Terkecuali jika ada dugaan pelanggaran etik hakim yang bersangkutan.
Namun sejatinya, dalam menentukan ada atau tidaknya pelanggaran etik hakim itu perlu dilakukan pendalaman.
"Kalau penilaian atas pembuktian, itu memang ranahnya upaya hukum. KY tidak bisa menilai hal (putusan) itu, kecuali ada dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim," tutur dia.
Oleh karenanya kata Miko, pendalaman terhadap putusan yang dijatuhkan akan dilakukan KY untuk menilai soal dugaan pelanggaran etik majelis hakim di perkara tersebut.
"Untuk menemukan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim, KY akan melakukan pendalaman dulu terhadap putusan tersebut," tukas Miko.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya telah membacakan vonis terhadap tiga polisi terdakwa tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan ratusan jiwa.
Tiga terdakwa mendengarkan putusan hakim.
Dua di antara mereka yakni Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan AKP Bambang Sidik Achmadi divonis bebas.
Sedangkan satu lagi yakni AKP Hasdarmawan dihukum 1,5 tahun penjara.
Satu di antara yang divonis bebas adalah AKP Bambang Sidik Achmadi.
Bambang merupakan salah satu polisi yang didakwa memerintahkan penembakan gas air mata ke arah tribun suporter Arema Malang di Stadion Kajuruhan.
Dalam pertimbangannya Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya mengatakan tembakan gas air mata yang ditembakkan para personel Samapta Polres Malang hanya mengarah ke tengah lapangan.
"Menimbang memperhatikan fakta penembakan gas air mata yang dilakukan anggota Samapta dalam komando terdakwa Bambang saat itu asap yang dihasilkan tembakan gas air kata pasukan terdorong angin ke arah selatan menuju ke tengah lapangan," kata Hakim Abu Achmad, saat membacakan putusan, Kamis (16/3/2023).
Setelahnya, asap tersebut mengarah ke pinggir lapangan. Namun sebelum sampai ke tribun, asap itu tertiup angin menuju atas.
"Dan ketika asap sampai di pinggir lapangan sudah tertiup angin ke atas dan tidak pernah sampai ke tribune selatan," katanya.
Artinya, kata majelis hakim, yang bersangkutan tidak memerintahkan jajarannya menembakkan gas air mata ke arah tribun.
Baca juga: Komisi III DPR Minta Jaksa Ambil Upaya Hukum Lanjutan Atas Vonis Bebas Polisi di Kasus Kanjuruhan
Ketika gas air mata ditembakkan ke area gawang sebelah utara, asapnya pun mengarah ke sisi lapangan sebelah selatan dan tidak menuju area tribun penonton.
Sehingga, menurut Hakim, unsur kealpaan terdakwa sebagaimana dakwaan kumulatif jaksa, yakni Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) dan Pasal 360 ayat (2) KUHP, tidak terbukti.