Rekam Jejak Anas Urbaningrum
Berikut adalah rekam jejak Anas Urbaningrum selengkapnya dirangkum Tribunnews:
1. Gabung HMI hingga KPU
Semasa duduk di bangku kuliah, Anas Urbaningrum aktif dalam kegiatan organisasi.
Anas Urbaningrum bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Dirinya juga sempat menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus besar HMI pada kongres yang diadakan di Yogyakarta pada 1997.
Ketika Reformasi terjadi pada 1998, Anas Urbaningrum tergabung sebagai anggota Tim Revisi Undang-Undang Politik atau Tim Tujuh yang menjadi salah satu tuntutan reformasi.
Setahun berselang, Anas Urbaningrum bergabung dengan Tim Seleksi Partai politik atau Tim Sebelas pada Pemilu 1999.
Tugasnya saat itu adalah memverifikasi kelayakan partai politik untuk ikut dalam pemilu dengan total 48 partai.
Masih di era awal reformasi, Anas Urbaningrum menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2001-2005 yang mengawal pelaksanaan Pemilu 2004.
2. Gabung Partai Demokrat
Anas Urbaningrum menarik diri dari KPU pada 8 Juni 2005 dan bergabung dengan Partai Demokrat.
Bersama Partai Demokrat, Anas Urbaningrum mendapatkan tugas sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah.
Anas Urbaningrum juga mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI pada Pemilu 2009 mewakili dapil Jawa Timur VII meliputi Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kota Kediri, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Tulungagung.
Mewakili Demokrat, Anas Urbaningrum berhasil melenggang ke Senayan dengan perolehan sebanyak 178.381 suara.
Sepak terjangnya sebagai Anggota DPR RI hanya berlangsung selama satu tahun karena Anas Urbaningrum terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Kala itu, Anas Urbaningrum berhasil mengungguli Andi Mallarangeng dan Marzuki Alie dalam kongres ke-2 Partai Demokrat di Bandung.
3. Korupsi Proyek Hambalang
Saat memimpin Partai Demokrat, nama Anas Urbaningrum terseret dalam isu korupsi berbagai proyek termasuk proyek Hambalang di Bogor.
Mantan bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin menyebut bahwa Anas Urbaningrum adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kasus Hambalang.
Kala itu, Anas Urbaningrum sesumbar siap digantung di Monas jika terbukti melakukan korupsi.
"Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," ujar Anas pada Maret 2012.
Hingga akhirnya, Anas Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 22 Februari 2013.
Satu hari berselang, Anas Urbaningrum mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat.
Setelah menjalani sejumlah persidangan, Anas pun dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi proyek Hambalang oleh majelis hakim.
Anas terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 64 KUHP, pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c UU No. 15 Tahun 2002 jo UU No. 25 Tahun 2003.
4. Perjalanan Vonis
Selama menjalani persidangan dan ditetapkan bersalah, Anas Urbaningrum mengalami beberapa perubahan vonis.
Hal itu beriringan dengan jalan hukum yang ditempuh Anas Urbaningrum melalui banding hingga kasasi.
Vonis pertamanya yaitu delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada September 2014.
Kemudian, tanah Pondok Ali Ma'sum di Krapyak, Yogyakarta seluas 7.870 meter persegi turut disita karena disebut sebagai hasil korupsi.
Atas vonis tersebut, Anas Urbaningrum menempuh banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Oleh PT DKI Jakarta, pada Februari 2015, vonis Anas Urbaningrum berkurang dari delapan tahun penjara, menjadi tujuh tahun.
Tanahnya di Krapyak, Yogyakarta pun dikembalikan karena dinilai untuk kepentingan umat.
Tetapi, ia tetap diwajibkan membayar denda Rp300 juta subsider tiga bulan.
Meski vonisnya telah diringankan, Anas Urbaningrum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Namun, MA menolak kasasi Anas Urbaningrum dan justru memperbanyak masa hukumannya dua kali lipat menjadi 14 tahun.
Vonis ini diputuskan oleh Hakim Agung Almarhum Artidjo Alkostar pada Juni 2015.
Terkait semakin berat vonisnya itu, Anas Urbaningrum mengajukan peninjauan kembali (PK) pada 2018, setelah Artidjo pensiun.
Hasilnya, vonis Anas Urbaningrum disunat MA menjadi delapan tahun penjara. (Tribunnews.com/TribunJabar.id)