TRIBUNNEWS.COM - Kasus tindak asusila yang dilakukan pengurus pondok pesantren di Batang, Jawa Tengah, mendapatkan atensi dari Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo.
Sebagai langkah untuk membantu para korban, Ganjar mengatakan pihaknya akan membuat posko pengaduan.
Tak hanya itu, ia juga akan memberi bantuan trauma healing untuk para korban pencabulan WMA (57).
"Kami akan langsung terjunkan tim, membuka posko dan trauma healing bagi korban," kata Ganjar, Selasa, saat konferensi pers di Polres Batang, seperti yang diwartakan TribunBanyumas.com.
Tak hanya itu, Ganjar bakal menggandeng Kementerian Agama (Kemenag) untuk mengevaluasi pondok pesantren yang dikelola tersangka.
Diketahui, di pondok tersebut juga terdapat sekolah Madrasah.
Baca juga: Fakta Pengasuh Ponpes di Batang Cabuli Santriwati, Ada Korban yang Sudah Alumni
"Segera evaluasi, besok atau lusa bisa turun ke Ponpesnya, supaya bisa buat treatment apakah pondok seperti ini masih layak proses kegiatan belajar mengajar atau kita tutup," tutur Ganjar.
Selain itu, ia juga meminta evaluasi bisa dilakukan di pondok pesantren lainnya.
Pasalnya, aksi bejat WMA turut mencoreng ponpes lainnya yang memiliki reputasi bagus.
Ganjar juga menyatakan, perlu adanya edukasi pada sekolah, wali murid, hingga komite sekolah agar siswa berani melapor jika mendapatkan tindak pelecehan seksual hingga perundungan.
"Untuk ponpes lainnya juga akan dievaluasi ya nanti kita akan bicara dengan Kemenag, kita punya evaluasi yang sistematis karena satu dua yang melakukan ini bisa mencoreng semuanya, kan banyak juga Ponpes yang bagus," ujarnya.
"Jika perlu, di tiap sekolah ditempel nomor telepon aduan, tidak hanya kasus asusila tetapi juga kasus lainnya seperti bullying," lanjut Ganjar.
Ganjar Pranowo Murka
Pada konferensi pers yang dilaksanakan di Polres Batang, Ganjar Pranowo terlihat murka atas apa yang dilakukan oleh tersangka.
Baca juga: Momen Ganjar Emosi saat Bertemu dengan Pelaku Pencabulan Belasan Santriwati: Kenapa Kamu Tega?
Pasalnya, aksi pelecehan seksual tersebut dilakukan sejak tahun 2019 hingga tahun 2023.
"Kenapa kamu tega melakukan itu. Apalagi korbanmu itu masih anak-anak. Kamu tidak sadar bahwa itu salah?"
"Jujur saja sekarang, berapa santri yang jadi korbanmu?" tanya Ganjar pada tersangka dengan nada tinggi.
Mulanya, pihak kepolisian mencatat adanya 15 santri yang jadi korban.
Namun saat Ganjar bertanya, tersangka menjawab ada dua korban lagi yang kini sudah lulus.
"Berarti 17 korban, ada lagi tidak? Jujur saja," desak Ganjar, mengutip TribunBanyumas.com.
Ganjar mengaku marah dengan kejadian ini.
Baca juga: Pengasuh Ponpes di Batang Cuma Modal Salaman Sebelum Cabuli 14 Santriwati, Dilakukan Sejak 2019
Menurutnya, kasus ini merupakan kasus yang serius di dunia pendidikan.
Pihaknya juga bakal menurunkan tim khusus ke lokasi untuk menindaklanjuti kasus pencabulan ini.
"Tentu kami marah, apalagi korbannya masih anak-anak. Bagi kami ini serius karena anak kita itu harus dilindungi, bukan untuk dikerasi dalam bentuk apapun," pungkas Ganjar.
Dua Korban sudah Lulus
Atas perbuatan bejatnya, tersangka mengaku menyesal.
"Masya Allah saya sangat menyesal sekali," ujar tersangka, saat konferensi pers di Polres Batang, Selasa (11/4/2023), dikutip dari TribunJateng.com
Saat ditanya, sudah berapa banyak korban yang ia lecehkan, tersangka mengatakan ada sekitar 15 korban.
"Kelalen (lupa) Pak, sekitar 15, baru melakukan itu 2019, ada alumni 1 atau 2," ujar tersangka.
Jawaban tersebut pun membuat Kapolda Jateng, Irjen Ahmad Luthfi, terkaget.
Ia memerintahkan pihak Polres Batang mendalami pengakuan tersangka untuk mengetahui apakah ada korban lainnya.
"Lha itu coba Polres dicatat itu, dikembangkan lagi, apakah ada korban lainnya," tegas Kapolda.
Modus Pencabulan
Diketahui, tersangka melakukan aksi pencabulan kepada santriwati sejak tahun 2019 lalu.
Irjen Ahmad Luthfi mengatakan, semua korban Wildan Mashuri Amin merupakan anak di bawah umur.
Meski demikian, saat ini ada satu korbannya yang sudah berusia dewasa.
"Hasilnya ada yang memang disetubuhi, dan dicabuli, ini masih kita kembangkan," tutur Ahmad Luthfi saat press release di Mapolres Batang, Selasa.
Ahmad Luthfi mengatakan, modus yang digunakan tersangka untuk melancarkan aksinya yakni membujuk korban dengan melakukan seolah-olah menikah siri.
Namun, hal tesebut dilakukan tanpa adanya saksi, hanya keduanya bersalaman lalu mengucapkan ijab kabul.
Baca juga: Pengasuh Ponpes di Batang Cuma Modal Salaman Sebelum Cabuli 14 Santriwati, Dilakukan Sejak 2019
"Para korban ini dibilang akan mendapat karomah serta buang sial, lalu juga diberikan sangu atau jajan dan tidak boleh lapor sudah sah sebagai suami istri ke orang tua," ujarnya.
Atas perbuatannya tersebut tersangka dikenakan UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak untuk menjerat tersangka dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun.
"Kalau berulang-ulang bisa ditambah sepertiga masa hukuman maksimal 20 tahun, apalagi mereka tenaga pengajar," pungkasnya.
(Tribunnews.com, Renald)(TribunBanyumas.com, Hermawan Endra)