TRIBUNNEWS.COM - Jasad mahasiswi Universitas Sumatra Utara (USU) ditemukan di dalam sebuah rumah pada Rabu (3/5/2023) lalu.
Korban yang bernama Mahira Dinabila diduga telah meninggal beberapa hari yang lalu karena jasadnya ditemukan sudah menjadi tengkorak.
Sejak usia 4 bulan korban diadopsi oleh keluarga angkatnya yang tinggal di Komplek Rivera, Kecamatan Medan Amplas.
Keluarga kandung korban mengaku kaget mendengar kabar Mahira Dinabila meninggal.
Menurut orang tua kandung korban, Pariono, awalnya ia mendapatkan kabar duka tersebut dari pihak keluarga angkat.
Baca juga: Marak Kasus Pembunuhan Anak Kandung, Pemerintah Harus Utamakan Isu Kesehatan Mental Orang Tua
Mendapatkan informasi tersebut, dia langsung mendatangi lokasi kejadian dan mendapati anaknya sudah dalam keadaan terbungkus.
"Waktu itu saya lihat korban ini sudah terbungkus, lalu ada pihak kepolisian menyuruh saya ngambil Baygon, karena nggak ada yang berani ngambil," kata Pariono kepada Tribun Medan, Senin (8/5/2023).
"Baygon semprotan bukan botol Baygon, posisinya tertutup rapat, saya ambil saya serahkan kepada polisi,"
"Habis itu polisi menanyakan barang bukti lagi sebuah handphone milik Mahira, tapi ditahan oleh bapak angkatnya, tidak diberikan kepada polisi," sambungnya.
Kemudian, ia mengatakan jenazah korban langsung dievakuasi ke mobil ambulans dan dibawa ke rumah sakit Bhayangkara Medan.
Lalu, ia pun pergi ke rumah sakit untuk mendampingi jenazah korban.
Baca juga: Ayah yang Bunuh Bayinya di Pati sempat Pura-pura Sedih, Datangi Ketua RW Sambil Menangis
Sementara ayah angkat korban bernama Mawardi pergi ke Polsek Patumbak.
"Setelah itu dia (Mawardi) berangkat ke Polsek Patumbak saya mengantar jenazah anak saya ke rumah sakit," sebutnya.
Pariono juga membeberkan kondisi jenazah saat berada di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
"Kondisi jenazah saya nggak pasti tau, karena sudah dibungkus. Kondisi mukanya sudah hancur tinggal tengkorak, tapi badan utuh," ungkapnya.
Namun, sampai sejauh ini pihak keluarga belum mendapatkan keterangan resmi terkait penyebab dari tewasnya korban.
Dikatakannya, setelah melihat kondisi korban yang begitu mengenaskan dan sudah membusuk, keluarga menduga jenazah korban sudah meninggal sekitar 10 hari.
Pariono juga menceritakan bahwa, Putri keempat dari lima bersaudara ini sudah tinggal bersama dengan keluarga Mawardi sejak umur empat bulan.
Baca juga: 4 Fakta Ayah Bunuh Bayinya Usia 3 Bulan: Tebar Beras, Ditemukan Mengapung hingga Motif Pembunuhan
Korban diangkat oleh keluarga Mawardi, karena tidak memiliki anak.
Lalu, seiring berjalannya waktu, Mawardi dan istrinya bercerai, dan rumah tersebut jatuh kepada istrinya.
Setelah itu, pada tahun 2020 istrinya meninggal dunia karena.
Sebelum meninggal dunia, istri Mawardi yang merupakan ibu angkat korban mewariskan rumah tersebut kepada Mahira Dinabila.
Sementara, Mawardi menikah lagi dan tinggal bersama dengan istri barunya.
"Saya pernah lihat surat pernyataan, rumah itu jatuh ke tangan istrinya, dari istrinya rumah itu diserahkan ke korban," ujarnya.
Sejauh ini, dikatakannya bahwa pihak keluarga masih curiga terhadap kematian korban dan banyak ditemukan kejanggalan.
"Banyak sekali, seperti bagian kepala sudah jadi tengkorak dan badannya utuh. Kenapa handphonenya itu, mau dijadikan barang bukti, bapak menahannya, tidak dikasih sama polisi," ujarnya.
"Kedua itu masalah visum, itu tanpa sepengetahuan saya, dia (Mawardi) yang mengajukan surat ke Polsek jangan sampai jenazah di autopsi, lalu pagarnya digembok dari luar," tuturnya.
Lebih lanjut, pria yang berprofesi sebagai penarik becak ini juga menyampaikan bahwa pihaknya masih berencana melaporkan kejanggalan tersebut kepada polisi.
"Tadi kita ke polisi, polisi mengatakan kenapa waktu kejadian itu tidak di autopsi, jadi kemarin saya mengantar jenazah ke rumah sakit," ungkapnya.
"Sementara bapak angkatnya mengurusi surat ke Polsek, surat yang diajukan nya itu terkait penolakan autopsi," pungkasnya.
(TribunMedan.com/Alfiansyah)