TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Keberadaan Taman Balekambang sangat lekat bagi di Kota Surakarta. Nilai sejarahnya cukup tinggi.
Taman Balekambang ini awalnya merupakan hadiah dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkoenagoro Ingkang Kaping-7 (Mangkoenagoro VII) kepada kedua putrinya yaitu Bendoro Raden Ayu Partini dan Bendoro Raden Ayu Partinah.
Sejak dibangun tahun 1921 terjadi banyak sekali proses transformasi pada Taman Balekambang.
Transformasi ini mulai dari perubahan fisik taman hingga fungsinya sebagai ruang publik di Kota Surakarta.
Perubahan taman Balekambang terakhir dilakukan proses revitalisasi secara masif pada 2022.
Bagaimana nasib Taman Balekambang bagi kota Surakarta ke depannya?
Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Wilayah Surakarta dan Bappeda Kota Surakarta didukung Propan Raya membahasnya dalam sebuah seminar.
Seminar Taman Balekambang dengan tema “Dinamika Taman Balekambang Surakarta sebagai Ruang Terbuka Publik” bertempat di House Of Danar Hadi Solo, pada Rabu, 17 Mei 2023.
Acara dibuka dengan pemaparan singkat dari Ir. Diana Kusumastuti, M.T. (Direktur Jenderal Cipta Karya PUPR) dan Gibran Rakabuming (Walikota Surakarta) yang terhubung via video tapping.
Hadir pula KGPAA Mangkoenagoro X untuk menyambut dan memberikan beberapa patah kata sambutan.
Dalam pemaparannya, KGPAA Mangkoenagoro X menyampaikan bahwa Taman Balekambang merupakan sebuah wilayah yang bersejarah di dalam Mangkunegara dan perkembangan dari Taman tersebut menjadi bagian dari perjalanan Mangkunegara.
Lalu, acara dilanjut dengan sesi pemaparan dari beberapa narasumber yaitu, Dr. Susanto, M.Hum (Prodi Ilmu Sejarah FIB UNS) yang memaparkan mengenai Taman Balekambang: Sejarah Pasang Surut Kawasan Patirtan dan Vegetasi Di Surakarta 1921-1996.
Baca juga: Jokowi Temui Pekerja Seni di Taman Balekambang Solo, Berharap Aktivitas Seni dan Budaya Bangkit Lagi
Kemudian R. Ay. Irawati Kusumorasri, M.Sn (Pelaku Seni Pertunjukan Solo) yang membahas mengenai Taman Balekambang sebagai Ruang Seni Pertunjukan.
Narasumber ketiga yaitu Dr. Eng Kusumaningdyah N.H, ST., MT (Prodi Arsitektur FT UNS) yang memaparkan Ekosistem Seni Pertunjukan di Kota Surakarta.
Narasumber selanjutnya, Dr. Ir. Yuwono Imanto MBA., M.Ars (Direktur Propan Raya) yang membahas mengenai Dinamika Rasa Tempat (sense of place) Taman Balekambang.
Kemudian Ar. Satrio Nugroho, IAI, GP (Tim Arsitek Taman Balekambang) yang memaparkan mengenai Kawasan Taman Balekambang sebagai Taman Ekologi Kebudayaan Jawa.
Melalui pemaparannya, Ar. Satrio Nugroho, IAI, GP menjelaskan bahwa konsep dasar dari Revitalisasi Taman Balekambang diambil dari tata ruang kota dengan konsep Mancapat.
Pelestarian partini tuin dan parinah bosch, serta ekologi budaya Jawa dengan Pelestarian Taman, Reboisasi & Irigasi KGPA Mangkunegara VII ini satu satunya di Indonesia.
“Arti Konsep Mancapat Definisi mancapat adalah dari kata dasar pat seperti dalam kata empat dan tempat, sistem empat unsur dalam organisasi dunia, klasifikasi benda dan konsep menurut kelima mata angin (termasuk pusta).
Konsep ini sudah di pakai Kola Surakarta yang merupakan salah satu kola kerajaan,” tambah Satrio Nugroho.
Di tempat yang sama, Dr. Ir. Yuwono Imanto MBA., M.Ars, selaku perwakilan dari Propan Raya sekaligus narasumber acara menjelaskan mengenai kontribusi nyata Propan Raya dalam pembangunan negeri.
“Seminar ini kami gagas bersama dengan IAI Wilayah Surakarta dan Bappeda Surakarta, karena kepedulian yang besar kami dengan bangunan heritage Surakarta. Taman Balekambang telah melewati banyak sekali transformasi, oleh karena itu kami ingin membahas dari berbagai sisi mengenai perubahan yang terjadi,” tambah Yuwono.
Seminar ini bertujuan untuk mengulas keberadaan Taman Balekambang Surakarta sebagai Ruang Terbuka Publik dan proses transformasi yang terjadi menuju wajah barunya sejalan dengan perkembangan teknologi di era modern melalui penataan kawasan dan arsitektur sebagai tempat bersejarah, ruang terbuka hijau, ruang seni dan budaya, serta ruang seni pertunjukan.