TRIBUNNEWS.COM - UIN Raden Mas Said Surakarta dan IAIN Metro Lampung menyelenggarakan pelatihan tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi keagamaan pada 11-12 November 2024.
Acara yang berlangsung di Auditorium Gedung SBSN UIN Surakarta ini diikuti oleh 80 peserta dari berbagai perguruan tinggi keagamaan di Soloraya dan didukung oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama.
Kepala Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat LPPM UIN Surakarta, Khasan Ubaidillah, dalam sambutannya menyatakan, pelatihan ini bertujuan untuk mengidentifikasi akar permasalahan kekerasan seksual di perguruan tinggi sekaligus merancang solusi strategis.
"Kami berkomitmen menjadi pelopor dalam upaya pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, khususnya di perguruan tinggi keagamaan," ujar Khasan Ubaidillah melalui keterangan kepada Tribunnews, Selasa (12/11/2024).
Elfa Murdiana dari IAIN Metro Lampung menekankan pentingnya peran seluruh warga kampus dalam menciptakan lingkungan aman, terutama dengan mengawasi dan mengurangi peluang terjadinya kekerasan seksual.
Menurutnya, upaya ini harus didukung dengan kebijakan dan pengawasan ketat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 yang mengharuskan perguruan tinggi memiliki mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
"Walaupun aturan sudah sangat jelas, namun implementasi strategi di lapangan masih perlu ditingkatkan dengan peran serta masyarakat dan unit-unit khusus seperti Satuan Tugas (Satgas) dan Unit Layanan Terpadu (ULT)," kata dia.
Prof Mufliha Wijayati, pembicara utama dalam acara ini mengungkapkan, saat ini 42 dari 58 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di Indonesia telah memiliki Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS).
Namun, tingkat implementasi Satgas PPKS masih kurang optimal di perguruan tinggi keagamaan lainnya.
Dosen IAIN Metro Lampung ini menyoroti, selama periode 2017-2023, banyak laporan kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi, disusul oleh pesantren.
Selain itu, terdapat data yang mengejutkan bahwa tempat sakral seperti masjid juga tidak luput dari tempat terjadinya insiden pelecehan seksual.
Menurutnya, perubahan pola pikir yang menanamkan kesetaraan dan saling menghargai sangat diperlukan untuk menekan kasus-kasus kekerasan.
"Fakta ini menunjukkan bahwa setiap individu, baik di lingkungan akademik maupun keagamaan dapat berpotensi menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual."
"Maka keberadaan Satgas PPKS di PTK merupakan kebutuhan yang mendesak karena sangat pentingnya peran yang akan dimainkan," kata dia.
Sebagai upaya pencegahan terjadinya kekerasan seksual, Mufliha memperkenalkan strategi pencegahan melalui pendekatan "5D", (1) Ditegur-mengingatkan secara langsung, (2) Dialihkan-mengalihkan perhatian dari situasi, (3) Dilaporkan-melaporkan kejadian kepada pihak berwenang, (4) Ditenangkan-memberikan ketenangan kepada korban, (5) Merekam-dokumentasi untuk bukti. (*)