TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini, komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LBGT) ditemukan oleh Dinas Sosial di Wonogiri, Jawa Tengah.
Yang cukup menyita perhatian, komunitas tersebut banyak beranggotakan remaja usia sekolah.
Menanggapi hal tersebut, psikolog klinis RSUD dr Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, Basuki Rahmad mengatakan, mereka penyuka sesama jenis berada dalam kondisi yang tidak diinginkan.
Ia juga menyebut, pemeriksaan komprehensif perlu dilakukan.
Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab serta penentuan penanganan yang tepat.
"Seseorang bisa menyukai sesama jenis bisa karena faktor lingkungan ataupun karena masalah hormon," kata Basuki, kepada TribunSolo.com, Senin (22/5/2023).
Lingkungan sosial, kata Basuki, juga bisa menentukan.
Misal, banyak di sekitar yang penyuka sesama jenis, bisa mempengaruhi seseorang, meskipun awalnya menyukai lawan jenis.
"Selain itu, saat lingkungan sosialnya banyak yang seperti itu seseorang bisa terpengaruh meskipun pada awalnya menyukai lawan jenis," jelasnya.
Basuki menambahkan, seseorang juga bisa berpotensi biseksual.
Misal seorang suami yang sudah mempunyai istri, namun tetap memiliki pasangan gay.
Selain faktor pergaulan, faktor masalah horman juga berpengaruh.
Terakhir, ia menyampaikan, peran orang tua sangat dibutuhkan untuk melakukan kontrol.
Orang tua harus bisa dekat secara emosional kepada anak.
Dengan dekatnya hubungan orang tua dan anak, bila terjadi perubahan pada anak yang mengarah ke LGBT, maka orang tua bisa merasakan dan mengantisipasinya.
Cara mengantisipasi antara lain dengan berkonsultasi dengan tenaga profesional.
Baca juga: LGBT Tidak Bisa Ditangkap di Indonesia, Begini Penjelasan Mahfud MD
Kata Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa
Romy Novrizal, dokter spesialis kesehatan jiwa RSUD dr Soediran Mangun Sumarso mengatakan, penanganan LGBT bisa dilakukan dengan dua cara.
Dua cara tersebut yakni secara psikologi atau klinis.
"Semisal karena hormon, bisa dilakukan terapi hormon. Sementara jika karena faktor luar, bisa dilakukan cognitive behavioral therapy (CBT)," jelasnya.
Forum Anak Wonogiri Tak Kaget
Forum Anak Wonogiri pun ikut mengomentari temuan tersebut.
Abit Fadhillah Ramadhani selaku Ketua Forum Anak Wonogiri mengatakan, pergaulan anak saat ini bisa sangat bebas.
Ia juga mengaku tak kaget atas temuan tersebut.
"Untuk fenomena LGBT sendiri, kita sudah harus menyadari bahwa selalu ada kemungkinan untuk terjadi kasus seperti itu," kata Abit, kepada TribunSolo.com.
Meski begitu, ia mengatakan harus ada perlu pengecekan tentang kebenarannya.
"Namun hal tersebut memang masih perlu dicek kebenarannya. Mungkin bisa saja karena mereka merasa bercanda mengenai hal tersebut dan dianggap wajar-wajar saja. Atau mereka merasa keren apabila mendukung LGBT," kata Abit.
Ia juga menyebut, salah satu hal yang bisa mempengaruhi adanya LGBT adalah pengaruh internet.
Di sosial media, banyak yang pro dan kontra akan adanya LGBT, yang mana beberapa kubu pro LGBT menilai sebagai orang yang open minded karena menerima perbedaan.
Baca juga: Mahfud MD Luruskan Pernyataannya soal LGBT Kodrat: Yang Bilang Begitu Itu DPR
"Padahal hal tersebut (open minded) memiliki ranah berbeda dengan fenomena LGBT," kata dia.
Abit juga mengatakan, pihaknya sudah memiliki rencana dan langkah untuk menanggulangi LGBT di Wonogiri.
"Forum Anak Wonogiri juga sudah memiliki rencana dan langkah untuk menanggulangi fenomena LGBT ini," tandas dia.
Diketahui, temuan grup LGBT yang berisikan anak sekolah diungkap oleh Bupati Wonogiri, Joko Sutopo.
"Dinas Sosial sudah menemukan grup atau kelompok LGBT," ungkapnya, dikutip dari TribunSolo.com.
Ia menilai, hal tersebut merupakan fakta yang harus disampaikan dan dicermati berbagai pihak.
"Ini menurut saya mengkhawatirkan. Ini kan berarti terjadi pergeseran perilaku sosial," terang Jekek, sapaan akrabnya.
(Tribunnews.com, Renald)(TribunSolo.com, Erlangga Bima Sakti)