"Penetapan ini sebagai bukti kalau Polda Sulteng tidak akan pandang bulu menangani kasus ini."
"Dan tentu penanganan perkara ini tidak ada diskriminasi, profesional-proporsional. Sesuai yang saya sampaikan kemarin," tuturnya.
Diketahui, kasus persetubuhan terhadap gadis 15 tahun dilakukan oleh 11 orang pelaku dan berlangsung sejak April 2022 hingga Januari 2023.
Pertemuan antara Ipda MKS dengan korban berawal ketika korban meminta oknum polisi tersebut mencari ponselnya yang hilang.
Keduanya saling bertukar nomor, kemudian berlanjut Ipda MKS menyetubuhi korban.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Ipda MKS melakukan persetubuhan dalam kondisi mabuk.
Baca juga: Kasus Remaja 16 Tahun di Parigi Moutong Disebut Persetubuhan, Oknum Polisi yang Terlibat Ditangkap
Bukan Kasus Rudapaksa
Sebelumnya, Irjen Pol Agus Nugroho mengatakan kasus persetubuhan tidak dilakukan para pelaku secara bersamaan.
Kasus yang dialami korban dinyatakan bukan kasus rudapaksa, tapi kasus persetubuhan anak di bawah umur.
Dalam kasus ini diduga ada transaksi antara para pelaku dengan korban berupa hadiah atau uang.
"Saya berharap mulai hari ini kita tidak lagi memberitakan dengan menggunakan istilah pemerkosaan ataupun rudapaksa," tegasnya, Rabu (31/5/2023).
Menurutnya unsur pemaksaan, kekerasan hingga ancaman tidak ditemukan sehingga kasus ini tidak dapat dikategorikan kasus rudapaksa.
"Kasus itu terjadi sejak April 2022 sampai dengan Januari 2023 dan dilakukan di tempat yang berbeda-beda dalam waktu yang berbeda-beda," sambungnya.
Dalam kasus persetubuhan anak di Parigi Moutong, polisi telah mengamankan 10 pelaku.
Para pelaku yakni HR (oknum kades), ARH alias AF (oknum guru SD), AK, AR, Ipda MKS, FN (Mahasiswa), K alias DD, MT, AA dan AS.
Selain itu, masih ada 1 pelaku yang hingga kini masih buron yakni AW.
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunPalu.com/Rian Afdhal)