TRIBUNNEWS.COM - Berikut kabar terbaru soal polemik pengembalian uang tabungan siswa SD di Pangandaran, Jawa Barat.
Jeje Wiradinata selaku Bupati Pangandaran pun telah membuat tim khusus untuk menangani polemik tersebut.
Dalam dua minggu tim khusus dibentuk, para guru yang mempunyai sangkutan dengan uang tabungan yang belum dikembalikan tersebut.
Ia pun memberikan solusi bagi para guru yang belum mengembalikan uang tabungan.
Pertama, mereka harus mengembalikan, bagaimanapun caranya, termasuk dicicil.
Namun, apabila dicicil, maksimal bisa selesai tahun ini.
Baca juga: Guru di Pangandaran Gelapkan Tabungan Siswa, Orang Tua Siswa Tak Punya Biaya untuk Beli Seragam
"Solusinya ada dua. Pertama, mereka harus mengembalikan uang tabungan murid itu. Kalaupun dicicil, harus sampai akhir tahun ini selesai," ujar Jeje seperti yang diwartakan TribunJabar.id.
Namun, apabila tidak bisa mengembalikan uang tabungan tersebut, para guru harus menyerahkan aset yang senilai dengan apa yang mereka pinjam.
"Dan itu yang sedang kami sinkronisasikan," katanya.
Jeje menambahkan, tim khusus bentukannya juga telah berkoordinasi dengan pihak koperasi terkait tempat sebagian uang tabungan disimpan.
"Nah, nanti hasilnya seperti apa dan bagaimana. Guru-guru yang punya utang ke koperasi tentu menjadi kewajiban koperasi. Apakah mau menjual aset dan sebagainya. Itu yang sekarang sedang dilakukan," ucapnya.
Diketahui, ada Rp7,47 miliar uang tabungan siswa SD di Pangandaran yang belum dikembalikan.
Uang tersebut sebagian disimpan di koperasi dan sebagian lainnya dipinjam langsung oleh para guru.
Baca juga: Kisah Pilu Ibrahim, Siswa yang Belum Punya Seragam karena Uang Tabungannya Belum Kembali
Ada Siswa Terdampak
Dari macetnya pengembalian yang tabungan tersebut, ada siswa yang terdampak hingga membuat mereka tak bisa membeli kebutuhan sekolah.
Jeje minta pihak terkait untuk mendata siswa-siswa yang terdampak tersebut.
"Kesulitan ini, diakibatkan oleh faktor ekonomi dan uang yang ditabungkan di SD tidak cair," lanjut Jeje.
Mengutip TribunJabar.id, pendataan tersebut untuk diberikan bantuan perlengkapan sekolah bagi para korban.
"Misalkan, di SMP mereka harus membeli atau membayar apa, tapi dia enggak punya, tentu itu kita akan bantu," ujarnya.
Sebelumnya, ada siswa bernama Ibrahim Alkilipi, mantan siswa lulusan SDN 2 Kondangjajar yang belum bisa beli seragam karena uang tabungannya belum dikembalikan.
Ibrahim kini melanjutkan sekolah di MTS di Kondangjajar.
Namun, hingga kini ia belum memiliki seragam sekolah dan baju olahraga, karena tabungannya belum kembali.
Sejak duduk di bangku SD, Ibrahim diajarkan ibunya untuk berhemat dan belajar menabung, mengingat kondisi keuangan keluarganya yang tak seberuntung kondisi ekonomi keluarga lainnya.
Baca juga: DPRD Buka Suara soal Uang Tabungan Siswa di Pangandaran yang Macet, Sebut Jangan Menabung di Sekolah
Ibunda Ibrahim, Armilah (57) bekerja sebagai buruh serabutan dengan upah Rp40 ribu per hari, dan Ibrahim seorang yatim.
"Hampir setiap hari anak saya menabung. Nominalnya tidak besar, kalau nabung paling sebesar Rp 5 ribu," ujar Armilah kepada Tribunjabar.id di rumahnya, Jumat (30/6/2023) pagi.
Ibrahim juga terkadang menabung dari uang yang diberikan saudara dan tetangga dekatnya.
"Kebetulan, kan, kalau disuruh apa saja dia pasti mau. Tetangga mungkin pada kasihan," kata Armilah.
Armillah berujar, celengan milik Ibrahim juga sudah digunakan untuk biaya wisuda SD.
"Celengan sudah dibongkar, uangnya buat kebutuhan biaya kelulusan wisuda. Tapi, kalau di SD sekarang malah belum cair. Padahal, buat beli seragam sekolah," ucap Armilah.
Uang yang belum dikembalikan pihak SD Negeri 2 Kondangjajar itu hasil menabung Ibrahim sejak kelas satu sampai kelas empat.
"Waktu corona enggak menabung," ujarnya.
(Tribunnews.com, Renald)(TribunJabar.id, Padna)