"Mungkin menghindari macet. Atau sopirnya tidak mengerti ada gundukan di perlintasan sebidang. Memang tidak semua perlintasan kereta bagus dan ada juga yang bermasalah seperti itu," jelasnya.
Djoko membenarkan bahwa di jalur tersebut tidak terdapat rambu larangan melintas truk jenis lowbed. Truk itu seharusnya melintas jalan kelas I.
"Di jalur itu mau dilengkapi. Memang ada beberapa rambu yang tidak kelihatan atau tertutup," tuturnya.
Menurut Djoko sopir harus berhati-hati ketika mendengar suara sirene di perlintasan kereta api. Paling tidak sopir harus berhenti ketika mendengarkan sirine.
"Asal bunyi sirene harus berhenti meski palang pintu belum ditutup. Tapi ini lewat aja. Ini namanya perilaku," tuturnya.
Ia menegaskan pada kejadian itu pengusaha yang memerintahkan sopir juga harus bertanggungjawab. Seharusnya sopir diberikan pengarahan terlebih sebelum menjalankan perintah.
"Harus diberitahu resiko perjalanan. Kalau lewat halangan apa saja sopir biar paham. Itu yang tidak dilakukan pengusaha. Jadi jangan hanya pengemudinya pengusahannya harus ikut tanggung jawab," tuturnya. (Iwn)
Penulis: iwan Arifianto
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul FAKTA BARU : Pengakuan Sopir Trailer Kecelakaan Kereta Api Semarang : Saya Trauma Saya Tidak Kabur