TRIBUNNEWS.COM - MA (13), siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Desa Cibunarjaya, Kecamatan Ciambar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, tewas tenggelam.
Korban meninggal dunia saat mengikuti kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Ia tenggelam saat mengikuti lintas alam, yang merupakan bagian dari kegiatan MPLS di Sungai Cileuleuy, Sabtu (22/7/202).
Kepergian MA pun menyisakan duka mendalam bagi orang tuanya.
Mengutip TribunJabar.id, Imam, ayah korban mengaku kecewa dengan pihak SMPN 1 Ciambar.
Ia dan istrinya awalnya tidak diberitahu pihak sekolah soal kejadian yang menimpa anak pertamanya itu.
Istri Imam pun sempat datang ke sekolah untuk menanyakan keberadaan MA.
Namun, saat itu pihak sekolah tak ada yang menjawab pertanyaan dari ibu MA itu.
Kemudian, ibu korban kembali mendatangi sekolah bersama sejumlah warga.
"Kemudian datang lagi sama warga sampai ketiga kalinya, barulah kepala sekolahnya ikut mencari keberadaan anak saya bersama saksi," ungkapnya, Senin (24/7/2023).
Menurutnya, tidak ada itikad dari pihak sekolah untuk memberikan penjelasan soal kejadian yang menimpa MA.
"Mungkin kalau istri saya tak ke sekolah, sampai sekarang anak saya tidak bisa ditemukan."
"Pihak sekolah enggak ada yang datang pas hari pertama, enggak ada yang ngasih kabar ke sini," tambahnya.
Dijelaskan Imam, anaknya berangkat untuk mengikuti MPLS pada Jumat (21/7/2023) hingga Sabtu (22/7/2023).
Imam pun memastikan anaknya meninggal dunia saat mengikuti kegiatan MPLS.
"Yang jelas memang itu dalam rangka MPLS, saat ditemukan anak saya masih pakai topi sekolah, masih pakai seragam."
"Tas, sepatu masih ada di sekolah sampai sekarang belum diambil," tandasnya.
Baca juga: Siswa SMP di Sukabumi Tewas saat MPLS, Polisi Selidiki Unsur Kelalaian dan Penyebab Kematian Korban
Atas kejadian yang menimpa anaknya, Imam mempertanyakan pengawasan pihak sekolah saat kegiatan MPLS berlangsung.
"Saya mempertanyakan ke pihak sekolah kenapa bisa sampai terjadi begini."
"Saat ditanya apakah tidak ada pendamping, bilangnya ada. Kalau ada kenapa nasib anak saya begitu," urainya.
Pihak keluarga pun meminta pihak kepolisian mengusut kasus ini hingga tuntas.
"Kami intinya meminta keadilan untuk anak saya. Nyawa gak bisa dibeli," tegasnya.
Kepsek nangis minta maaf
Pasca-kejadian tersebut, pihak sekolah sempat mendatangi kediaman korban di Kampung Selaawi, Desa Cibunarjaya.
Adapun kedatangan itu untuk mengucapkan belasungkawa sekaligus permohonan maaf.
"Jadi pihak sekolah datang meminta maaf dan mengakui ada kelalaian," kata Wawan Kuswandi, keluarga korban, Selasa (25/7/2023).
Bahkan, kata Wawan, Kepala SMPN 1 Ciambar yang datang secara langsung ke rumah korban.
Saat meminta maaf, lanjut dia, Kepala SMPN 1 Ciambar juga menangis.
"Jadi kepala sekolahnya langsung yang datang. Nangis-nangis meminta maaf," jelasnya.
Pihak keluarga pun mengaku telah memaafkan, namun tetap menyerahkan proses hukum ke Polres Sukabumi.
"Kami sudah maafkan, tapi prosedur hukum tetap kita jalankan sesuai instruksi penyidik," tandasnya.
Kronologi kejadian
Masih dari laman TribunJabar.id, kejadian bermula pada hari Sabtu.
Saat itu, sebanyak 120 siswa baru melakukan lintas alam yang merupakan bagian dari kegiatan MPLS.
Acara lintas alam itu dilakukan di Sungai Cileuleuy.
"Hari Sabtu sekitar pukul 08.00 WIB bertempat di Sungai Cileuleuy telah dilaksanakan mandi di sungai oleh seluruh siswa/siswi peserta MPLS hingga pukul 11.00 WIB."
"Dan pada pukul 14.30 WIB ditemukan oleh warga bahwa salah satu siswa MOS SMPN 1 Ciambar telah tenggelam di sungai dengan keadaan sudah meninggal dunia," kata Kapolres Sukabumi, AKBP Maruly Pardede, Senin.
Baca juga: Siswa Baru SMPN 1 Ciambar Meninggal Dunia Saat MPLS, Begini Tanggapan Bupati Sukabumi
Makam korban dibongkar
Guna menyelidiki penyebab pasti kematian korban, polisi membongkar makam MA pada Selasa (25/7/2023).
Pembongkaran makan dan autopsi terhadap jasad MA ini telah mendapat persetujuan dari pihak keluarga.
"Iya diautopsi, karena memang diserahkan sepenuhnya kepada Kapolres sesuai prosedur yang beralaku," kata ayah korban.
Proses pembongkaran makam atau ekshumasi dan autopsi berlangsung selama dua jam.
"Dua jam, tingkat kesulitan biasa aja. Sampel yang dibawa paru-paru."
"Tidak ada yang bisa dijelaskan lebih lanjut silakan ke penyidik saja," ujar dokter spesialis forensik, Arif Wahyono, Selasa, dilansir Kompas.com.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, TribunJabar.id/Dian Herdiansyah/M Rizal Jalaludin, Kompas.com/Budiyanto)