TRIBUNNEWS.COM - Video seorang remaja berinisial AG (16) yang mendatangi Kantor Kecamatan Banyuresmi, Garut, Jawa Barat, meminta kembali disekolahkan, menjadi viral di media sosial.
AG nekat ingin bertemu Camat Banyuresmi lantaran ingin kembali bersekolah.
Dalam video yang beredar, AG menceritakan kedua orang tuanya telah meninggal.
Sementara, dia kini tinggal bersama kakek dan neneknya yang tidak mampu membiayai sekolahnya.
Kisah AG kemudian menjadi viral lantaran diunggah oleh akun Instagram @undercover.id, Minggu (30/7/2023).
Baca juga: Dokter di Makassar yang Viral usai Pukul Balita Diduga Depresi, Disebut Sering Menyendiri dan Murung
Dalam keterangan unggahan itu, AG mengaku berjalan kaki sejauh dua kilometer untuk mendatangi ke kantor camat pada Rabu (26/7/2023).
Terekam pula perbincangan dengan AG dalam bahasa Sunda.
"Nanti kalau difasilitasi sekolah, jangan bolos ya," ungkap perekam video tersebut.
AG pun menjawab dengan antusias pernyataan itu.
"(Saya) Mau disekolahkan di mana, Pak?" tanya AG.
Perekam itu kemudian menyebut AG akan disekolahkan di sekolah terdekat dari tempat dirinya tinggal.
Hal itu dikarenakan agar AG tak perlu mengeluarkan ongkos perjalanan saat sekolah.
AG pun mengiyakan tawaran itu.
Hingga artikel ini ditulis, unggahan video ini telah mendapatkan 335 ribu tayangan.
Baca juga: VIRAL Gadis ODGJ Berparas Mirip Vanesha Prescilla Dipasung, Warganet Minta Segera Ditolong
Namun, di balik kisah AG yang menuai rasa iba, rupanya AG masih dalam penanganan dokter di Puskesmas Banyuresmi.
AG didiagnosis mengalami gangguan kesehatan dan masih dalam pengobatan.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Banyuresmi, dr Imam Fauzi.
Kondisi kejiwaan terganggu
Dikutip dari Kompas.com, Imam membenarkan AG merupakan pasien Puskesmas Banyuresmi yang masih menjalani pengobatan karena mengalami gangguan kejiwaan.
Namun, kondisi AG tidak cukup parah lantaran masih bisa mandiri menjalani aktivitas keseharian.
"Anak itu pasien Puskesmas Banyuresmi karena mengalami sakit jiwa. Namun, sudah bisa mandiri, hanya saja masih bergejala," kata Imam.
Bahkan, AG merupakan pasien lama yang sudah mendapatkan penangan sejak 2019 silam.
Saat itu, AG datang diantar ibunya dengan keluhan AG berubah menjadi pendiam dan tidak mau bersosialiasi.
Gejala itu muncul ketika AG kehilangan ayahnya yang meninggal dunia.
Baca juga: VIRAL Oknum Pejabat RS di Makassar Jitak Balita Sampai Tersungkur, Orangtua Korban Ngaku Diancam
Pihak puskesmas kemudian merujuk pasien untuk dikonsultasikan dengan dokter jiwa di RSU dr Slamet Garut.
Dalam rujukannya, AG didiagnosis mengalami depresi dan diberikan pengobatan.
AG sempat mengenyam bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), tetapi kemudian berhenti.
Ia tak lama bersekolah lantaran tak bisa mengikuti pelajaran.
Kondisi AG kemudian berangsur membaik dan sudah mau kembali berbicara.
Namun, terkadang AG masih mengeluhkan adanya halusinasi yang kadang muncul.
“Makanya, diagnosisnya jadi skizofrenia, kemudian dilakukan pengobatan lanjutan,” kata Imam, dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.
Imam menceritakan, belakangan, saat AG datang ke Puskesmas untuk diperiksa, sering bercerita tentang keinginannya atau menceritakan bisikan-bisikan yang didengarnya.
“Terakhir pasien malah bilang mau menikah,” pungkasnya.
Baca juga: Viral Nasib Apes Korban Pencurian HP di Cipete, Malah Dipukuli Warga karena Dituduh Maling
Kata pihak sekolah AG
Pihak sekolah AG turut memberikan konfirmasi terkait status pendidikan AG saat ini.
Pihaknya mengaku tidak pernah mengeluarkan AG karena keterbatasannya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Sekolah AL Ghifari Banyuresmi, Acep Sundjana Zakaria, yang mengakui AG terdaftar sebagai siswa di sekolahnya.
“Iya terdaftar kelas X, tapi anaknya punya kelainan,” kata Acep.
Menurut dia, meski memiliki kelainan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan AG dari sekolah.
Namun, memang AG sudah jarang datang ke sekolah.
Selama sekolah pun, AG juga termasuk siswa yang mendapat pembebasan biaya yang dipilih yayasan.
“Saya dapat amanat dari pemilik yayasan untuk yang tidak mampu dibantu, dibebaskan biayanya, apalagi anak yatim, tapi kalau untuk bantu kebutuhan sehari-hari, sekolah juga punya keterbatasan,” ujarnya.
(Tribunnews.com/Isti Prasetya, Kompas.com/Ari Maulana Karang)