TRIBUNNEWS.COM, CILACAP - Aksi pelecehan seksual dan pencabulan yang dilakukan 7 orang dengan korban seorang bocah SD di Bantarsari, Cilacap viral di media sosial.
Korban pencabulan saat ini duduk di kelas 5 SD dan kabarnya sudah menjadi korban pelecahan dan pencabulan sejak duduk dibangku kelas 2 SD.
Korban berani melaporkan kepada orang tuanya akhir-akhir ini, tepatnya dibulan September 2023.
Pihak keluarga sudah melaporkan kepada pihak kepolisian dan korban sudah melakukan visum di salah satu rumah sakit di Cilacap.
Diketahui saat ini anak tersebut juga sudah putus sekolah.
Polresta Cilacap dalam postingan di media sosial memberikan pernyataan terkait kasus viral ini.
Baca juga: Komplotan Pencuri Motor Tertangkap setelah Jual Hasil Curian di Media Sosial
"Untuk kasus viral pelecehan dan pencabulan yang terjadi di Desa Medeng, Bulaksari, Kecamatan Bantarsari, Cilacap, kasus tersebut sudah diterima Polresta Cilacap dan kasus tersebut masih langkah pendalaman dan penyelidikan," tulis Polresta Cilacap.
Terpisah Camat Bantarsari, Hari Winarno menuturkan, pihaknya menerima laporan dari masyarakat terkait dugaan kasus pencabulan.
Dikatakan Hari bahwa laporan pengaduan dugaan pencabulan itu telah masuk ke Polsek Bantarsari sejak Rabu (27/9/2023) lalu.
Kemudian, Polsek Bantarsari menyerahkan kepada Polresta Cilacap untuk pemeriksaan lebih lanjut karena terduga korban merupakan anak di bawah umur.
Terkait informasi bahwa anak tersebut putus sekolah Hari membenarkannnya.
Bahkan Hari juga menyebut bahwa anak tersebut putus sekolah sejak 1 tahun belakangan ini, atau saat anak duduk di bangku kelas 4.
"Perlu diluruskan, informasi yang viral di media sosial bahwa (pencabulan) dilakukan saat anak duduk di kelas 3 - 5 SD itu salah, yang benar tidak bersekolah di SD tapi bersekolah di MI," katanya.
Terkait alasan putus sekolah, Hari sendiri belum mengetahui secara pasti apakah karena dugaan aksi pencabulan atau faktor lain.
Namun berdasarkan informasi dari orang tua nya, saat kecil si anak pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan benturan.
Benturan itu kemudian membuat adanya gumpalan darah di otak yang mempengaruhi kerja syaraf sehingga penerimaan terhadap pelajaran sulit dan tidak bisa diikuti.
Kemudian apa yang dikerjakan tidak sesuai dengan apa yang diucapkan.
"Jadi dia kelas 4 keluar sekolah, tetapi masih didalami penyebabnya, belum tentu pencabulan juga. Jadi masih didalami pihak kepolisian," ujarnya. (Tribun Banyumas/Pingky Setiyo Anggraeni)