Makanan ini dimasak oleh para kader posyandu secara bersama-sama.
Ia menambahkan, pemerintah desa juga menggelar kegiatan pencegahan stunting berupa kelas balita dan ibu hamil.
Menggandeng para tenaga kesehatan, kegiatan tersebut menyasar semua orang tua di Desa Kotesan yang memiliki balita dan para ibu hamil.
"Misalnya pada kelas balita, kami menggandeng fisioterapis dari Puskesmas Kebondalem Lor untuk membagikan bagaimana cara melakukan pijat oromotor agar anaknya tidak melepeh, mengemut makanan," kata dia.
Tak berhenti sampai di situ, penyuluhan tentang stunting juga diberikan untuk tokoh masyarakat agar ikut serta bergotong royong menangani stunting.
Terkhusus pada para kader kesehatan terutama dari posyandu.
Menurut Retno, mereka-lah ujung tombak keberhasilan penanganan stunting di Desa Kotesan.
Ini terbukti dengan turunnya angka stunting di desa tersebut selama tiga tahun belakangan.
Pada tahun 2023, tercatat ada 13 anak stunting di Kotesan. Setahun kemudian turun menjadi 12 anak.
Sementara pada tahun ini, turun drastis dan hanya tersisa lima anak dengan kondisi stunting.
"Bisa dibilang ini adalah keberhasilan banyak pihak, terutama kader posyandu di Kotesan."
"Sebab tugas mereka tidak sekadar melakukan penimbangan atau pengukuran, tetapi juga memantau kondisi anak-anak ini."
"Termasuk melakukan pendampingan orang tua yang anaknya stunting dengan pendekatan persuasif, tidak langsung di-judge hingga akhirnya malah membuat mereka tersinggung, marah," ucap Retno.
Retno pun berharap, lewat sejumlah program yang dilakukan, Desa Kotesan bisa bebas stunting.
"Anak-anak pun bisa tumbuh dengan sehat, cerdas, dan menjadi generasi penerus bangsa unggul," pungkas Retno.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)