TRIBUNNEWS.COM - Jarum jam sudah menuju angka 9 saat Sumiasih Purwati hendak bersiap pergi ke beberapa tempat, Kamis (26/10/2023) pagi.
Sumiasih hanya memiliki waktu 10 menit untuk mempersiapkan segala keperluannya hari itu.
Termasuk memasukkan setumpuk kotak berisi makanan ke dalam sebuah box besar.
Selesai dengan urusan tersebut, Sumiasih lantas menyalakan motor matic yang biasa dipakai sang anak.
"Kebetulan hari ini, anak saya kuliahnya lagi kosong, jadi saya bisa pakai motornya untuk keliling," kata dia.
Tak lama kemudian, motor yang dikendarai Sumiasih dengan membawa box di jok belakang, sudah membelah jalan di Desa Kotesan, Kecamatan Prambanan, Klaten.
Saat tiba di rumah milik seorang warga, seorang bocah perempuan sudah menyambutnya dengan riang.
Ia tahu, Sumiasih datang membawakan sekotak makanan yang berisi nasi, sop, bakso, dan melon.
"Nanti dimaem (dimakan) ya, dek," ujar Sumiasih sembari menyerahkan makanan tersebut kepada bocah tersebut.
Selepas mendatangi rumah balita tersebut, Sumiasih lantas bergegas, kembali mengendarai sepeda motornya, menuju rumah berikutnya.
Di tengah cuaca terik itu, Sumiasih mengetuk satu pintu ke pintu lain demi mengantarkan makanan tambahan pada sejumlah balita yang terindikasi stunting di Desa Kotesan.
Saat jarum jam di angka 10.15, wanita yang karib disapa Asih itu sudah selesai menjalankan 'tugasnya.'
Ia pun bisa kembali ke rumah dan beristirahat, bersenda gurau dengan sang cucu.
Rutinitas Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada para balita stunting tersebut sudah dilakoni Asih sejak 2 September 2023.
Selain balita, ibu hamil yang menderita kekurangan energi kronis (KEK) juga mendapatkan makanan tambahan.
Makanan tambahan diterima Asih dari Puskesmas Kebondalem Lor, Kecamatan Prambanan.
"Jadi ada petugas dari puskesmas datang ke rumah, bawa makanan tambahan."
"Tugas saya mendistribusikan pada 12 balita dan dua ibu hamil setiap hari, sekalipun hari Minggu atau hari libur nasional," ucap warga RT 5 Desa Kotesan itu.
Banyak kisah menarik yang dialami Asih selama hampir dua bulan ini, terutama di awal-awal program tersebut bergulir.
Ada beberapa balita yang sempat takut, lalu lari dan bersembunyi saat kader Posyandu Desa Kotesan itu datang ke rumah mereka sembari membawa kotak makanan.
Tak kurang akal, ia pun mengganti kotak makanan tersebut dengan wadah yang lain. Perlahan-lahan, para balita mulai menerima kedatangannya bahkan tak sedikit yang menunggu kehadiran Asih.
"Banyak juga yang nungguin, kok Bu Asih belum datang, karena setiap saya datang selalu bawa makanan," katanya.
Apalagi menu PMT yang dibagikan Asih, selalu berbeda setiap hari dan dimodifikasi dengan tetap berbasis kearifan lokal.
Namun, menu tersebut selalu makanan yang mengandung empat unsur zat gizi: karbohidrat, protein hewani, protein nabati, dan sayuran/buah atau yang dikenal dengan menu empat bintang.
Ingin ikut bergotong royong membantu penanganan stunting di Desa Kotesan menjadi alasan Asih menerima tawaran untuk mendistribusikan PMT.
Apalagi, ia sudah menjadi kader Posyandu selama hampir 23 tahun. Sehingga Asih memiliki tanggung jawab moral untuk melakukan pekerjaan sosial tersebut.
"Apalagi saya juga seorang nenek yang ingin agar anak-anak, cucu-cucu saya sehat selalu. Harapannya dengan adanya PMT ini, angka stunting di Desa Kotesan bisa turun. Syukur-syukur bisa zero," ungkap Asih.
Program PMT Selama 90 Hari
Adanya kegiatan PMT di Desa Kotesan kepada sejumlah balita dan ibu hamil di Desa Kotesan juga disampaikan Bidan Desa, Tri Hartati.
Tri mengatakan, program tersebut merupakan rekomendasi dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Klaten dan akan berlangsung selama 90 hari.
"Dari Dinkes, lalu turun ke Puskesmas Kebondalem Lor, lalu diturunkan lagi ke-8 desa di wilayah kerja puskesmas," ujar Tri.
Selama 90 hari itu pula, Tri melakukan pemantauan terhadap para balita dan ibu hamil penerima PMT.
Selain program PMT, Tri juga ikut mendampingi pihak desa untuk melakukan penyuluhan tentang stunting kepada warga.
Bahkan Desa Kotesan memiliki ruang tersendiri untuk membahas masalah stunting melalui kegiatan posyandu.
"Yang paling mudah jelas melalui kegiatan posyandu dengan penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, lingkar kepala, dan lingkar lengan oleh para kader."
"Dari situ nanti ketahuan, berapa jumlah anak stunting, lalu seperti apa action-nya, kami punya (program) seperti itu," kata dia.
Jadi Prioritas Desa
Hal senada juga disampaikan Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK), Retno Tri Winarni.
Retno mengatakan, penanganan stunting menjadi salah satu program prioritas di desa berpenduduk 2.285 jiwa tersebut.
Di luar PMT dari Puskesmas, pihak desa juga menganggarkan dana untuk penanganan stunting setiap tahunnya.
Satu di antaranya melalui pembagian bantuan pangan kepada keluarga dengan kondisi anak stunting per tiga bulan sekali.
"Bantuan yang kami berikan berwujud telur, lele, jeruk, pisang, dan susu. Bisa juga bervariasi, tapi yang selalu ada adalah protein hewani, buah, dan susu," kata dia.
Pihak desa juga memberikan PMT setiap sebulan sekali melalui kegiatan posyandu. Sehingga penerimanya lebih banyak, tak hanya balita stunting.
"Semua anak yang datang ke posyandu, selalu kami berikan PMT berupa makanan matang. Misalnya bubur kacang hijau, bubur lemu dengan opor tahu telur, telur puyuh, arem-arem, pisang, dan lainnya," bebernya.
Makanan ini dimasak oleh para kader posyandu secara bersama-sama.
Ia menambahkan, pemerintah desa juga menggelar kegiatan pencegahan stunting berupa kelas balita dan ibu hamil.
Menggandeng para tenaga kesehatan, kegiatan tersebut menyasar semua orang tua di Desa Kotesan yang memiliki balita dan para ibu hamil.
"Misalnya pada kelas balita, kami menggandeng fisioterapis dari Puskesmas Kebondalem Lor untuk membagikan bagaimana cara melakukan pijat oromotor agar anaknya tidak melepeh, mengemut makanan," kata dia.
Tak berhenti sampai di situ, penyuluhan tentang stunting juga diberikan untuk tokoh masyarakat agar ikut serta bergotong royong menangani stunting.
Terkhusus pada para kader kesehatan terutama dari posyandu.
Menurut Retno, mereka-lah ujung tombak keberhasilan penanganan stunting di Desa Kotesan.
Ini terbukti dengan turunnya angka stunting di desa tersebut selama tiga tahun belakangan.
Pada tahun 2023, tercatat ada 13 anak stunting di Kotesan. Setahun kemudian turun menjadi 12 anak.
Sementara pada tahun ini, turun drastis dan hanya tersisa lima anak dengan kondisi stunting.
"Bisa dibilang ini adalah keberhasilan banyak pihak, terutama kader posyandu di Kotesan."
"Sebab tugas mereka tidak sekadar melakukan penimbangan atau pengukuran, tetapi juga memantau kondisi anak-anak ini."
"Termasuk melakukan pendampingan orang tua yang anaknya stunting dengan pendekatan persuasif, tidak langsung di-judge hingga akhirnya malah membuat mereka tersinggung, marah," ucap Retno.
Retno pun berharap, lewat sejumlah program yang dilakukan, Desa Kotesan bisa bebas stunting.
"Anak-anak pun bisa tumbuh dengan sehat, cerdas, dan menjadi generasi penerus bangsa unggul," pungkas Retno.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)