Selain itu, muncul pula Sekolah Lapang Petani di Polanharjo yang menjadi media untuk mengedukasi sekaligus meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta kesadaran petani dalam mengelola lahan budidaya pertanian. "Jika petani tidak diedukasi betul-betul, maka yang akan terjadi residu kimia pertanian bisa mencemari sungai," ujar Muslim.
Dengan adanya Sekolah Lapang Petani, lanjut Muslim, para petani diharapkan bisa menerapkan prinsip pertanian yang ramah lingkungan. Contohnya dengan tidak menggunakan pestisida. Untuk mengurangi hama pertanian, para petani menggunakan burung hantu sebagai predator utama dari hama tikus sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pestisida
Muslim juga menjelaskan, kegiatan yang sudah ada sebelumnya seperti bank sampah terus dilanjutkan. Bahkan jumlahnya kian bertambah. Dari semula dua bank sampah per 2014 kini sudah ada 17 bank sampah di sejumlah desa di Kecamatan Polanharjo.
Baca juga: Mendulang Rupiah dari Sampah: Bantu Perekonomian Warga, Lingkungan pun Bersih Terjaga
Kegiatan sosial kemasyarakatan berupa grebeg sungai atau gotong royong membersihkan bantaran sungai juga masih dijalankan hingga kini. Terlebih setelah munculnya operator wisata tubing serupa RTPA di sekitar wilayah AQUA sebagai bagian pengembangan wisata di Sungai Pusur. "Karena sangat tidak mungkin, jadi tujuan wisata kok malah banyak sampah," ucap Muslim.
Sementara kawasan hilir mulai dari Delanggu hingga Juwiring, upaya pelestarian Sungai Pusur berkaitan dengan pengelolaan atau manajemen irigasi air. Muslim berkisah, Pusur Institute pernah melakukan penelusuran di 460 hektare lahan pertanian kawasan hilir. Masalah terjadi, ketika musim tanam ke-3 di bulan kering, kompleks pertanian ini tak bisa dimanfaatkan sama sekali lantaran ketiadaan air.
"Masyarakat mengira perusahaan atau yang lain mengambil air. Ternyata ketika ditelusuri, saluran drainase sekunder dan tersiar banyak yang bocor," jelasnya.
Hal ini membuat volume air tidak sampai ke lahan pertanian. Kegiatan revitalisasi di Bendungan Plosowareng pun dilakukan. Hasilnya, lahan yang semula tidak bisa dimanfaatkan selama 20 tahun terakhir karena tidak kebagian aliran air saat musim tanam ke-3, kini bisa kembali ditanami. Ia mengaku, hal ini sebagai dampak dari adanya keterkaitan dan integrasi dari para pihak terkait antara kawasan hulu, tengah, dan hilir terhadap pelestarian Sungai Pusur.
"Jika tidak ada integrasi, maka di masyarakat tidak akan ada saling empati, saling keterpengaruhan," ujarnya.
Dampak Sinergi dari Hulu hingga Hilir
Dari sekian upaya konservasi Sungai Pusur yang dilakukan, sambung Muslim, ada sejumlah dampak berganda (multiplier effect) yang ditimbulkan. Dari sisi lingkungan, kualitas air di Sungai Pusur menjadi semakin meningkat dan lebih baik. Begitu juga dengan masalah sampah yang semakin berkurang.
Muslim mengatakan, pada 2016, kondisi bantaran Sungai Pusur di wilayah tengah cukup memprihatinkan. Kawasan tersebut sempat menjadi lokasi pembuangan sampah, lokasi buang air besar secara bebas, hingga kawasan ternak liar untuk unggas bebek. Per 2019, 'pemandangan' ini tak lagi ada. Sebab kawasan Sungai Pusur kian bersolek sehingga dapat dinikmati keindahannya sebagai salah satu tempat wisata di Polanharjo.
Sementara dampak dari sisi kebijakan adalah dicanangkannya Kecamatan Tamansari, Boyolali sebagai Model Kecamatan Konservasi. Kecamatan Konservasi merupakan suatu strategi pendekatan model konservasi yang arah pembangunannya mengedepankan keterlibatan dan partisipasi aktif masyarakat dalam aktivitas pengelolaan konservasi di lingkup kecamatan. Selain itu, enam desa di Juwiring membuat peraturan desa (perdes) bersama terkait tata kelola irigasi pada 2022.
Dampak lain, urai Muslim, membangun partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian sungai berbasis kearifan lokal melalui gotong royong. Sementara dari sisi ekonomi, kegiatan pelestarian Sungai Pusur mampu menciptakan titik-titik sumber perekonomian baru di wilayah tengah. Satu di antaranya melalui wisata tubing.
"Awalnya, wisata ini digagas 10 pemuda yang gemar bermain yang memiliki hobi berpetualang di sungai sembari membersihkan sampah," kata Muslim. Aksi ini ternyata didukung oleh pemerintah desa, kecamatan, dan PT Tirta Investama Klaten hingga sekarang berkembang menjadi lima komunitas yang saling bekerjasama.