Pihaknya pun mengaku sudah sempat melakukan edukasi untuk mengolah limbah ternak, sebelum dijadikan pupuk.
Hanya saja diakui biayanya lebih mahal, dibandingkan dengan penggunaan limbah secara langsung.
Lebih lanjut dikatakan Sarma, pihaknya di tahun 2023 sudah menyerap pupuk organik pengadaan Dinas Pertanian Provinsi Bali secara maksimal.
Pun di tahun 2024, pihaknya telah menyampaikan pada Provinsi agar lebih banyak diberikan porsi pupuk organik.
"Penggunaan pupuk organik ini untuk meminimalisir pemanfaatan limbah kotoran ternak secara langsung," terangnya.
Selain itu untuk mengurangi populasi lalat, pihaknya juga berupaya membuat perangkap lalat. Salah satunya penggunaan 'likat kuning' (lem lalat).
Sarma juga menilai saran dari Jero Tindih, yakni menggunakan predator alami untuk memangsa lalat, merupakan masukan yang bagus.
Menindaklanjuti saran tersebut, pihaknya akan mengkomunikasikan dengan UPTD Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Provinsi Bali.
"Kita akan komunikasikan secara intens. Karena di sana yang punya kompetensi," tandasnya.(*)
Viral Serbuan Lalat di Kintamani
Fenomena lalat di wilayah Kintamani viral di media sosial.
Tak sedikit warganet yang merasa risih, karena banyaknya lalat.
Apalagi Kintamani merupakan salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan saat liburan ke Bali.
Dari unggahan video yang dibagikan oleh akun Instagram @seputarbaliterkini2 memperlihatkan serbuan lalat yang hinggap di motor warga Kintamani.
Tak hanya itu, para warga yang duduk santai sambil makan juga diserbu lalat.
Unggahan ini sontak menuai sorotan warganet, mayoritas mereka mengaku bergidik melihat penampakan lalat. (tribun network/thf/TribunBali.com/Tribunnews.com)